Senin, 24 Oktober 2011

askep gastroentritis


·        A.  Pengertian
Gastroenteritis adalah yaitu buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat) kandungan air tinja lebih banyak daripada biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200 ml per 24 jam Soeparman (2001:163). Schwartz (2004:256) mendefinisikan diare akut sebagai peningkatan defekasi, dan kandungan air pada tinja yang berlangsung selama   5 sampai 7 hari. Sedangkan menurut Mansjoer (1999:500) diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Untuk diare kronik ditetapkan berdasarkan kesepakatan, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu, ketentuan ini berlangsung bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan batas waktu   2 minggu.
·         Menurut Wong (2003:492), menjelaskan bahwa diare akut (gastroenteritis) adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan patogen parasitik. Menurut Brunner Suddarth (2002:1093), menerangkan bahwa diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 g per hari) dengan konsistensi (feses cair) sedangkan Ngastiyah (1997:143) menjelaskan bahwa diare adalah buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feces encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
·         B.  Etiologi
·         Menurut Ngastiyah (1997:143), diare disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis. Faktor infeksi meliputi infeksi enteral dan infeksi parenteral. Infeksi enteral adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi infeksi bakteri :. Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Acromonas. Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus Astrovirus. Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongiloider) protozoa (Entamoeba histolytica, Gradia lamblia, Trichomonas hominis) dan jamur : (Candida albicans). Infeksi parenteral adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan, seperti Otitis Media Akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. Faktor malabsorbsi antara lain : malabsorbsi karbohidrat, disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak faktor yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa, malabsorsi lemak, malabsorbsi protein. Faktor makanan : makanan basi, beracun, serta alergi terhadap makanan. Faktor psikologis antara lain rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).
·         C. Patofisiologi
·         Mekanisme dasar yang menyebabkan diare menurut Ngastiyah (1997:144) adalah terdapatnya gangguan osmotik dimana terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pengerasan air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
·         Selain gangguan osmotik dan gangguan sekresi juga terdapat gangguan motilitas usus. Hiperperistalik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Makanan basi beacun
·         D. PATHWAY
·         E.  Manifestasi Klinis
·         Tanda dan gejala diare menurut Ngastiyah (1997:144-145) adalah sebagai berikut : mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan biasanya berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir atau lendir bercampur darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Karena kehilangan cairan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak antara lain : berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi) selaput lendir bibir dan mulut dan kulit tampak kering.
·         Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dehidrasi dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat. Ngastiyah (1997:145) pada dehidrasi berat volume darah berkurang sehingga dapat terjadi menjadi renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun dan pasien sangat lemah dan kesadaran menurun. Akibat dehidrasi deurisis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah terjadi asidosis akan terjadi kepucatan dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan kussmaul). Asidosis metabolik terjadi karena : 1) kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare, 2) ketosis kelaparan, 3) produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena oliguria/anuria),            4) berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel,             5) penimbunan asam laktat (anoksia jaringan) (Ngastiyah, 1997:145).
·         Menurut Marenstein (1995:97), beratnya dehidrasi dibagi menjadi          3 yaitu :
Tanda Fisik
Ringan
Sedang
Berat
Kehilangan berat badan
Bayi
Anak yang lebih tua
Tanda-tanda vital
Denyut nadi
Tekanan darah
Mata
Membran Mukosa
Kulit
Turgor
Perfusi
Hasil Laboratorium
Pengeluaran urine
Berat jenis urin
Ureum
CO2
5%
3%
±↑
Normal
± air mata
± lengket
±↓
Normal
Normal
10%
6%
Normal
↓ air mata, cekung
lengket/kering
± Bercak-bercak
↓↓
±↑
↓↓
15%
9%
↑↑
Normal atau ↓
↓ air mata, cekung
kering dan panas
↓↓
Buruk/bercak-bercak
↓↓↓
↓↓↓
·         Sedangkan menurut Wong (2003 : 496) manifestasi klinis dehidrasi antara lain :
Isotonik (kehilangan air dan garam)
Hipotonik (kelebihan garam pada kelebihan air)
Hipertonik (kelebihan air pada kelebihan garam)
Warna kulit
Suhu Turgor
Perasaan
Membran mukosa
Air mata dan salvasi
Bola mata
Fontanel
Suhu tubuh
Nadi
Pernafasan
Perilaku
Abu-abu
Dingin
Buruk
Kering
Tidak ada
Cekung dan lunak
Cekung
Dibawah normal atau meningkat
Cepat
Cepat
Peka rangsang sampai letargi
Abu-abu
Dingin
Sangat buruk
Basah
Tidak ada
Cekung dan lunak
Cekung
Abnormal sangat cepat
Cepat
Cepat
Letargi sampai koma : konvulsi
Abu-abu
Dingin atau panas
Sedang
Tebal, liat
Tidak ada
Cekung
Cekung
Dibawah normal atau meningkat
Kecepatan sedang
Cepat
Letargi nyata dengan hiperiritabilitas yang ekstrem terhadap stimulasi
·         F.  Pemeriksaan Penunjang
·         Menurut Soeparman (2001:165) perlu dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain :
·         1.      Pemeriksaan umum
·         Dijumpai penurunan berat badan terutama pada tiroksikosis dan malabsorbsi. Anemia terutama pada colitis, penyakit Crohn usus halus. Dengan menunjukkan adanya peradangan, dan adanya nyeri perut.
·         2.      Pemeriksaan laboratorium
·         Pada proses peradangan terdapat peninggian LED (Laju Endap Darah) tetapi pada kasus penyakit Crohn dan Colitis kadang-kadang nilai LED normal. Pada malabsorbsi dan proses peradangan dapat terjadi anemia. Albumin merendah pada penyakit Crohn dan Coeliac. Pada malabsorbsi sering dijumpai hipokalsemia dan avitaminosis D, peninggian serum albumin fosfatase alkali dan masa protrombin. Pada penderita pankreatitis perlu pemeriksaan gula darah.
·         3.      Pemeriksaan radiologis
·         Pada foto polos abdomen dapat dijumpai pengapuran (kalsifikasi) di daerah pankreas yang menunjukkan kemungkinan adanya pankreatitis kronik. Umumnya peminum alkohol yang berat biasanya menderita dengan steatorea.
·         Sedangkan menurut Schwartz (2004:268) perlu diadakan pemeriksaan laboratorium, kebanyakan pasien rawat jalan tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat kekhawatiran akan adanya dehidrasi, pemeriksaan gravitasi spesifik dapat membantu. Selain itu, analisa elektrolit dapat membantu kesan adanya pergantian cairan yang tidak adekuat (dehidrasi hipernatremik) atau penggantian cairan hipotonik (dehidrasi hiponatremik).
·         Pada pewarnaan tinja metillen blue bila terdapat leukosit polimorfonuklear memberi kesan adanya enteritis bakterial. Pewarnaan ini kadang-kadang dapat mengidentifikasi adanya Giardia lamblia. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan Clostridium difficile. Kultur C. difficile dan analisis toksin pada anak dengan pajanan antibiotik : sebagai catatan, angka karier asimtomatik C. difficile pada neonatus adalah 30%-50% dan 3% setelah berusia 12 bulan. Selain itu pemeriksaan adanya telur dan parasit pada tinja yang sebaiknya dipertimbangkan pada anak-anak yang berada di tempat penitipan anak. Akan tetapi identifikasi Cryptosporidium memerlukan pemeriksaan pewarnaan tahan asam auramine yang dimodifikasi atau pemeriksaan serologis.
·         G.  Komplikasi
·         Menurut Ngastiyah (1997:145), sebagai akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi sebagai macam komplikasi seperti : dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi enzim laktase, kejang terutama pada dehidrasi hipertonik. Malnutrisi energi protein (akibat diare dan  muntah jika lama atau kronik).
·         H.  Penatalaksanaan
·         Dasar pengobatan gastroenteritis menurut Ngastiyah (1997:145-147) adalah sebagai berikut :
·         Pemberian cairan
·         Jenis cairan yang diberikan yakni cairan parenteral (misalnya Ringer Laktat) dan cairan rehidrasi oral meliputi formula yang lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl, dan glukosa. Formula ini sering disebut oralit. Formula tidak lengkap misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam, dan sebagainya yang mengandung NaCl dan sukrosa.
·         Jalan pemberian cairan terdiri dari per oral untuk dehidrasi ringan, sedang, dan tanpa dehidrasi, dan bila mau minum serta kesadaran baik. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang, dan tanpa dehidrasi, tetapi klien tidak mau minum, atau kesadaran menurun. Terakhir dengan jalan intravena untuk dehidrasi berat.
·         Cara pemberian cairan menurut Ngastiyah (1997:147) berdasarkan derajat dehidrasi.
·         a.  Belum ada dehidrasi
·         Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi.
·         b.   Dehidrasi ringan
·         Satu jam pertama 25-50 ml per kg BB per oral (intragastrik)
·         Selanjutnya : 125 ml per kg BB per hari ad libitum
·         c.   Dehidrasi berat
·         Sesuai umur klien 18 bulan, untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3-10 kg.
·         Satu jam pertama : 40 ml per kg BB per jam = 10 tetes per kg BB per menit
·         (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes per kg BB per menit (set infus 1 ml = 20 menit).
·         Tujuh jam berikutnya : 12 ml per kg BB per jam = 3 tetes per kg BB per menit (set infus 1 ml = 15 tetes atau 4 tetes per kg BB per menit (set infus 1 ml =  20 tetes)
·         Enam belas jam berikutnya : 124 ml per kg BB oralit per oral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum, teruskan dengan intravena 2 tetes per kg BB per menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes per kg BB per menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
·         I.  Diagnosa Keperawatan
·         Menurut Carpenito (2000:459), pada klien dengan gastroenteritis dapat ditegakkan beberapa diagnosa keperawatan sebagai berikut : diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik sekunder terhadap inflamasi. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat diare. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang sekunder akibat diare. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder akibat dehidrasi. Ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan aktual akibat hospitalisasi. Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya saluran invasif.
·         Sedangkan menurut Wong (2003:497) terdapat diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena diare, dan kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi (Doenges, 1999:484).
·         J.  Fokus Intervensi
·         Diare berhubungan dengan peningkatan peristatik sekunder terhadap inflamasi (Carpenito, 2000:104). Batasan karakteristik diare menurut Carpenito (2000 :104) terbagi dalam karakteristik mayor yaitu feses lunak dan peningkatan frekuensi defekasi, serta karakteristik minor yaitu adanya dorongan, kram atau nyeri abdomen, frekuensi bising usus meningkat dan peningkatan dalam keenceran atau volume feses. Tujuan yang diharapkan terhadap diagnosa tersebut adalah diare berkurang dengan kriteria hasil penurunan frekuensi defekasi, konsistensi kembali normal dan mengidentifikasi atau menghindari faktor pemberat (Doenges, 1999:476). Doenges, (1999:476), memberikan intervensi untuk diagnosa tersebut antara lain: observasi frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus, rasionalisasi mengkaji beratnya penyakit. Tingkatkan tirah baring, rasionalisasi bahwa istirahat menurunkan motilitas usus. Tingkatkan masukan cairan per oral secara bertahap, rasionalisasi memberikan istirahat pada kolon dengan menurunkan rangsang cairan atau makanan. Jelaskan cara untuk mencegah penyebaran infeksi (cuci tangan, penyimpanan makanan yang tepat), rasionalisasi mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut pada saluran pencernaan. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare, rasionalisasi meningkatkan waktu istirahat dan usus. Kolaborasi dalam pemberian obat anti diare dan pertahankan cairan intravena, rasionalisasi mencegah dan menghentikan diare dan dehidrasi.
·         Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat diare (Carpenito, 2000:139). Batasan karakteristik kekurangan volume cairan menurut Carpenito (2000:139), terbagi dalam batasan karakteristik mayor yaitu ketidakcukupan masukan cairan oral, keseimbangan negatif antara masukan dan haluaran, penurunan berat badan dan kulit atau membran mukosa kering dan batasan karakteristik minor yaitu peningkatan natrium, serum, penurunan haluaran, urine atau haluaran urine berlebih, urine memekat atau sering berkemih, penurunan turgor kulit, haus/mual/anoreksia.
·         Menurut Doenges (1999:477) tujuan yang diharapkan dari diagnosa tersebut adalah mempertahankan volume cairan adekuat dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan masukan dan keluaran dengan urine normal dalam konsentrasi dan jumlah. Untuk tercapainya tujuan Doenges (1999:478) memberikan intervensi untuk diagnosa tersebut antara lain : Monitor intake dan output, rasionalisasi memberikan informasi keseimbangan cairan. Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama, rasionalisasi penimbangan berat badan setiap hari secara tepat dapat mendeteksi dini kehilangan cairan. Observasi kulit kering berlebihan, membran mukosa, penurunan turgor kulit, dan pengisian kapiler lambat, rasionalisasi hal tersebut menunjukkan kehilangan cairan berlebih. Berikan cairan kesukaan dalam batasan diit, rasionalisasi meningkatkan dan mencukupi masukan cairan kebutuhan cairan karena sangat penting. Kolaborasi medis dalam pemberian cairan intravena, terapi dan obat-obatan, rasionalisasi untuk mengganti cairan yang hilang.
·         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang sekunder akibat diare (Carpenito, 2000:259). Batasan karakteristik mayor menurut Carpenito (1999:259) individu tidak puasa melaporkan atau mengalami masukan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan atau kebutuhan-kebutuhan metabolik aktual atau potensial dalam masukan yang berlebihan. Sedangkan batasan karakteristik minor menurut Carpenito (2000:260) berat badan 10% sampai 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh, lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah, dan lingkar otot pergelangan lengan kurang dari 60% standar pengukuran, kelemahan otot dan nyeri tekan, peka rangsang mental dan kekacauan mental, penurunan albumin serum, penurunan transferin serum atau penurunan kapasitas ikatan besi. Menurut Wong (2003:497) tujuan yang diharapkan dari intervensi terhadap diagnosa tersebut adalah anak mengkonsumsi nutrisi yang ditentukan dan menunjukkan penambahan berat badan yang memuaskan. Adapun rencana tindakan yang direncanakan oleh Wong (2003:497) adalah : instruksikan ibu untuk menyusui (melanjutkan pemberian ASI) karena hal ini cenderung mengurangi kehebatan dan durasi penyakit. Hindari pemberian diet dengan pisang, beras, apel atau roti panggang atau teh, karena diit ini rendah dalam energi dan protein, terlalu tinggi dalam karbohidrat dan rendah elektrolit. Observasi dan catat respon terhadap pemberian makanan untuk mengurangi toleransi pemberian makanan. Instruksikan keluarga untuk memberikan diit yang tepat untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program teraupetik. Gali masalah dan prioritas anggota keluarga untuk memperbaiki kepatuhan terhadap program teraupetik.
·         Hipertemi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder akibat dari dehidrasi (Carpenito,2000:21). Batasan karakteristik hipertermi menurut Carpenito (2000:21), terbagi dalam karakteristik mayor yaitu suhu lebih tinggi dari 37,8 0C (100 0F) peroral atau 38,8 0C (101 0F) per rektal, kulit hangat, takikardi. Karakteristik minor yakni kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernafasan, menggigil atau merinding, perasaan hangat atau dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misalnya sakit kepala), malaise, keletihan, kelemahan, kehilangan nafsu makan, dan berkeringat. Tujuan yang diharapkan dari intervensi diagnosa tersebut adalah mendemontrasikan suhu badan dalam batas normal (Carpenito, 2000:22). Intervensi untuk diagnosa tersebut menurut Carpenito (2000:22) antara lain : Monitor suhu dan tanda-tanda vital, rasionalisasi peningkatan suhu tubuh menunjukkan adanya toxin penyebab diare. Monitor intake dan output cairan, rasionalisasi mencegah dehidrasi. Anjurkan untuk memakai pakaian yang kendur guna mempercepat proses penguapan.
·         Jelaskan tanda awal hipertermi (kulit memerah kehilangan nafsu makan dan sakit kepala) untuk mengetahui lebih dini gejala hipertermi.
·         Ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan aktual akibat hospitalisasi (Carpenito, 2000:497). Batasan karakteristik mayor menurut Carpenito (2000:9) dimanifestasikan oleh gejala-gejala dari tiga kategori : fisiologis, emosional dan kognitif. Gejala-gejala bervariasi sesuai tingkat ansietas. Tujuan intervensi yang diharapkan oleh Wong (2003:498) adalah anak menunjukkan distres fisik atau emosional yang minimal dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan anak sebanyak mungkin. Sedangkan rencana intervensi yang diberikan oleh Wong (2003:497-498). Beri perawatan mulut dan empeng untuk bayi guna memberikan rasa nyaman. Dorong kunjungan dan partisipasi keluarga untuk menjaga stres yang berhubungan dengan perpisahan, sentuh, gendong dan bicara pada anak sebanyak mungkin untuk memberi rasa nyaman dan menghilangkan stres. Beri stimulasi sensoris dan pengalihan sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan kondisinya untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
·         Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena diare (Wong, 2003:497). Batasan karakteristik kerusakan integritas kulit menurut Carpenito (2000:302) terbagi dalam karakteristik mayor yaitu gangguan jaringan epidermis dan dermis, sedangkan karakteristik minor pencukuran kulit, eritema, lesi (primer, sekunder) dan pruritus. Tujuan yang diharapkan oleh Wong (2003:497) dari intervensi terhadap diagnosa tersebut adalah anak tidak mengalami bukti-bukti kerusakan kulit. Menurut Wong (2003:497) intervensi yang dapat diberikan untuk diagnosa tersebut antara lain : ganti popok dengan sering untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan kering. Bersihkan bokong perlahan-lahan dengan sabun lunak, non alkalin atau air atau celupkan anak dalam bak, untuk pembersihan yang lembut karena feses diare sangat mengiritasi kulit. Beri salep seperti seng oksida untuk melindungi kulit dari iritasi. Hindari penggunaan tisu basah yang mengandung alkohol pada kulit yang terkontaminasi akan menyebabkan rasa menyengat. Berikan obat anti jamur yang tepat untuk mengobati infeksi jamur kulit.
·         Perubahan membran mukosa berhubungan dengan higiene oral yang tidak adekuat (Carpenito, 2000:305). Adapun batasan karakteristik mayor menurut Carpenito (Carpenito, 2000:305) yaitu membran mukosa oral terganggu, sedangkan batasan karakteristik minor yaitu lidah kotor, leucopenia, xerostomia (mulut kering), stomatitis, tumor oral, edema, gingivitis hemoragik dan drainase purulen. Tujuan yang diharapkan Carpenito (2000:306) dari intervensi terhadap diagnosa tersebut adalah memperlihatkan integritas rongga mulut tidak terjadi perubahan dengan kriteria hasil bebas dari rasa tidak nyaman, mencegah infeksi sekunder serta memberikan pengetahuan tentang higiene oral. Intervensi yang dapat diberikan dengan diagnosa tersebut menurut Carpenito (2000:307) antara lain diskusikan dengan klien dan keluarga pentingnya higiene oral setiap hari, untuk memberikan kenyamanan pada mukosa mulut dan mencegah pertumbuhan bakteri. Lakukan higiene oral pada individu rasionalisasi lidah dan membran mukosa mulut bersih dan tidak kering. Ajarkan pada keluarga cara perawatan mulut yang benar, rasionalisasi memberikan pengetahuan higiene oral kepada keluarga sehingga mampu melakukannya sendiri di rumah. Anjurkan klien untuk makan makanan yang halus saja rasionalisasi memberikan kesegaran pada mulut (pencuci mulut). Anjurkan klien minum cairan dingin per 2 jam rasionalisasi membran mukosa mulut dan lidah segar dan tak kering.
·         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya saluran invasif (Carpenito, 2000:204). Tujuan yang diharapkan dari intervensi terhadap diagnosa tersebut adalah tidak terjadi infeksi atau bebas dari infeksi dengan kriteria hasil tidak terdapat dan gejala infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor, dan fungsiolesa (Carpenito, 2000:206). Adapun intervensi yang dapat diberikan untuk diagnosa tersebut menurut Carpenito (2000:206), antara lain monitor tanda vital setiap 4 jam sekali, rasionalisasi dugaan adanya infeksi adanya keabnormalan tanda vital, peningkatan suhu, nadi, dan respirasi. Observasi terhadap tanda infeksi misalnya ketidakstabilan suhu, letargi, rasionalisasi mendeteksi dini terjadinya proses infeksi. Lakukan ganti balut pada tempat penusukan infus dengan teknik septik dan antiseptik rasionalisasi mikroorganisme akan masuk pada jalur prosedur invasif. Batasi pengunjung bila memungkinkan, rasionalisasi mengurangi terjadinya penularan infeksi. Instruksikan kepada pengunjung dan personel untuk mencuci tangan dengan cermat sebelum mendekati pasien, rasionalisasi mencegah penularan bakteri.
·         Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi (Doenges, 1999:484). Adapun batasan karakteristik mayor menurut Carpenito (2000:223) yaitu mengungkapkan kurang pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan atau permintaan informasi, mengekspresikan suatu ketidakteraturan persepsi status kesehatan, melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan dan yang diinginkan. Selain itu masih terdapat batasan-batasan karakteristik minor yaitu kurang integritas tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas sehari-hari, memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis (misalnya ansietas, depresi) mengakibatkan kesalahan informasi. Tujuan yang diharapkan terhadap intervensi dari diagnosa tersebut adalah keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit dengan kriteria hasil keluarga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, ekspresi wajah kembali tenang. Intervensi yang dapat diberikan untuk diagnosa tersebut menurut  Doenges (1999:484) antara lain tentukan tingkat pengetahuan keluarga, untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit. Tentukan persepsi keluarga tentang proses penyakit rasionalisasi membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran keluarga akan kebutuhan belajar. Lakukan kontrak dengan keluarga untuk penyuluhan kesehatan rasionalisasi menyiapkan waktu yang dapat diterima keluarga untuk melakukan penyuluhan kesehatan. Berikan penyuluhan kesehatan rasionalisasi mengetahui informasi tentang penyakit.