KesehatanQyu

TIPS HIDUP SEHAT
Ikutilah tips berikut ini untuk hidup sehat dan memiliki kualitas hidup yang baik, jalani hidup sehat mulai sekarang. Kesehatan adalah investasi yang sangat berharga. Karena itu, jadikanlah hidup sehat optimal sebagai kebiasaan Anda sehari-hari. Bagaimana Caranya ! Ikuti tips berikut ini :

1. Cukupilah Kebutuhan Gizi Anda
2. Hindarilah LemaK Berbahaya
3. Janganlah pernah Lupa Sarapan
4. Makan Sayur dan Buah yang cukup
5. Minum Air Minimal 8 Gelas Sehari
6. Pertahankan Berat Badan yang Ideal
7. Olah raga yang teratur
8. Cukup Istirahat
9. Hindarilah Rokok dan Minuman Beralkohol
10. Selalu Berpikir Positif
11. Luangkanlah Waktu Untuk Diri Sendiri
12. Perhatikanlah Kebersihan
13. Periksakanlah Kesehatan Anda Secara Teratur
14. Untuk Sumber Makanan, Minuman dan Suplemen pilihlah Bahan Alami
15. Mengkonsumsi Suplemen Sesuai Kondisi dan Kebutuhan Tubuh.




ASKEP APENDISITIS
Pengertian
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum).
Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.
Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)
Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Manifestasi Klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Pemeriksaan diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
Pengkajian
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
Diagnosa keperawatan
Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
Intervensi keperawatan .
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan
Kriteria Hasil :
Ø Klien tidak diare.
Ø Nafsu makan baik.
Ø Klien tidak mual dan muntah.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
2) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
3) Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3.
Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas,
kemerahan).
Intervensi :
1) Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
2) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
3) Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
4) HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi
Kriteria Hasil : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
2) Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
3) Lakukan gate control.
Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
4) Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan
pengobatannya.
Intervensi :
1) Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
2) Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
3) Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi :
1) Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
2) Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
3) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
4) Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
5) Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
6) Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
7) Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
8)Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi :
1) Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
2) Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
3) Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
4) Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
5) Bimbing keluarga / istri klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
6) Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.
Evaluasi.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
1) Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?.
2) Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?.
3) Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?.
4) Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

 


NYERI
A.     Definisi
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord
Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu mengatakannya.
Nyeri merupakan mekanisme untuk melindungi tubuh terhadap suatu gangguan dan kerusakan di jaringan seperti peradangan, infeksi jasad renik dan kejang otot dengan pembebasan mediator nyeri yang meliputi prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamine, ion kalsium dan asetilkolin (Tjay dan Rahardja, 2002). Menurut International Assosiation for The Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman tertentu yang erat kaitannya dengan derajat kerusakan. Nyeri seringkali dikatakan sebagai respon terhadap stimulus yang merusak jaringan (misalnya: trauma fisik, mekanik, kimiawi, termal) dan kemudian menimbulkan aktivasi reseptor nyeri (nosiseptor) (Sujatno, 1998). Nosiseptor berupa akhiran saraf bebas tersebar di kulit, periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falk dan tentorium, rongga kranium. Nosiseptor mempunyai sifat tidak beradaptasi terhadap rangsang sehingga reseptor tetap dapat memberitahukan kepada individu tersebut akan adanya rangsang yang merusak (Mutchler, 1991). Ternyata, pada beberapa kondisi, eksitasi serabut rasa nyeri semakin bertambah secara progresif, terutama pada nyeri lambat, karena stimulus rasa nyeri berlangsung terus-menerus. Keadaan ini dapat meningkatkan sensitifitas reseptor rasa nyeri yang disebut hiperalgesia. Reseptor nyeri kebanyakan sensitif terhadap lebih dari satu stimulus walaupun ada beberapa reseptor nyeri yang hanya sensitif terhadap satu jenis stimulus (Guyton, 2000). 
 B.    ISTILAH DALAM NYERI
§ Nosiseptor             : serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri
§ Non-nosiseptor      : serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri
§ System nosiseptif   : system yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap nyeri
§ Ambang nyeri        : stimulus yg paling kecil yg akan menimbulkan nyeri
§ Toleransi nyeri      : intensitas maksimum/durasi nyeri yg individu ingin untuk dpt ditahan.  
C.    SIFAT-SIFAT NYERI
·         Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
·         Nyeri bersifat subyektif dan individual
·         Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
·         Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
·         Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
·         Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
·         Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
·         Nyeri mengawali ketidakmampuan
·         Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal
Secara ringkas, Mahon  mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
ü  Nyeri bersifat individu
ü  Nyeri tidak menyenangkan
ü  Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
ü  Bersifat tidak berkesudahan
D.   FISIOLOGI NYERI
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
ü  Resepsi        : proses perjalanan nyeri 
ü  Persepsi       : kesadaran seseorang terhadap nyeri 
ü  Reaksi    :  respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri
ü   
1.      RESEPSI 
Stimulus (mekanik, termal, kimia)  Pengeluaran histamin bradikinin, kalium, Nosiseptor  Impuls syaraf  Serabut syaraf perifer  Kornu dorsalis medulla spinalis  Neurotransmiter (substansi P) Pusat syaraf di otak Respon reflek protektif
ü               Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf  perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P  ini menyebabkan transmisi  sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif.
Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut:
Trauma
Obat-obatan
Pertumbuhan tumor
ü  Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)

ü   
2.      PERSEPSI
Ø  Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
Ø  Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi.
Ø  Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:
yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)
Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1.      skala intensitas nyeri deskritif
skala intensitas nyeri deskritif
2.       Skala identitas nyeri numerik
Skala identitas nyeri numerik
3.      Skala analog visual
Skala analog visual
4.       Skala nyeri menurut bourbanis
Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
Cara mengatasi nyeri dada
Ada banyak faktor yang memicu munculnya rasa nyeri di dada. Oleh karena itu, untuk mengatasi rasa nyeri dada perlu diselidiki faktor penyebabnya terlebih dahulu. Pada umumnya, gangguan nyeri alat visceral (nyeri karena organ tubuh) tidak terlalu sakit. Misalnya sakit pun, tidak sampai menyiksa penderita. Sakit ini biasanya seperti ada beban berat yang menekan rongga dadanya dan juga terasa enek. Gejala seperti ini biasanya akan berangsur-angsur menghilang dengan melakukan beberapa gerakan ringan, misalnya duduk dan istirahat dengan tenang.
Adapun rasa nyeri kardial adalah rasa sakit pada dada yang memerlukan beberapa pengobatan spesifik sesuai dengan penyebab gejala yang jelas. Untuk kasus ini, cara meredakan dapat diawati seperti saat meredakan nyeri visceral. Namun, jika tidak kunjung hilang, lakukan beberapa cara berikut ini:
Di rumah sakit, penderita nyeri dada akan menjaiani pemeriksaan fisik, laboratories, dan foto rontgen. jika dibutuhkan, juga akan dilakukan elektrokardiografi dan ekokardiografi. Setelah diperoleh kepastian adanya penyempitan pembuluh koroner, maka dilakukan angiograft. Bisa juga dipilih pemeriksaan kombinasi ekokardiografi dan tes uji latih y-ang disebut stress echocardiography « Cara ini dapat memvisualisasikan segmen dinding jantung yang diduga mengalami gangguan pasokan oksigen.
Pemeriksaan yang tergolong baru adalah Magnetic Resonance Angiography (MRA). Untuk mengetahui area jantung mana yang mengalami gangguan pasokan darah, bisa dilakukan pemeriksaan dengan radio isotop Thalium atau Technicium. Teknik invasif seperti katerisasi mempunyai sensitivitas hampir 100 persen. Namun, teknik ini hanya dikerjakan bila memang indikasinya benar-benar positif.
Mengatasi nyeri
Hamil bagi seorang ibu merupakan suatu kebahagian dan kebanggaan tersendiri, namun seiring dengan pertumbuhan rahim dan meregangnya otot otot bagian rahim maka seorang ibu yang sedang hamil akan sering merasakan nyeri pinggang.
Untuk mengatasi rasa nyeri pinggang tersebut berikut beberapa tips yang dapat anda lakukan :
1.    Jangan mengangkat barang barang berat
2.    Berbaring rileks sambil beristirahat dapat membantu menghilangkan rasa nyeri
3.    Jika sudah berbaring masih terasa nyeri maka ambillah posisi yang nyaman untuk duduk lalu angkat sedikit kaki dan jangan menyilangkannya
4.    Kompres pingggang dengan air hangat sambil dipijat pelan pelan
5.    Lakukan olah raga ringan secara rutin, misalnya senam dan jalan jalan agar tubuh tetap bugar
6.    Minum air putih minimal 8 gelas sehari
Menstruasi atau haid atau datang bulan rasanya memang sakit. Menstruasi merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Tamu bulanan ini kalau datang dapat membuat wanita marah-marah. Rasa sakit selalu datang terutama menjelang mestruasi.
Tentusaja semua mengingikan agar saat mestruasi tidak menimbulkan rasa sakit yang amat sangat. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mengurangi sakit pada saat menstruasi :
  • Tempelkan botol berisi air panas atau bantalan panas/hangat pada daerah perut. Rasa hangat dapat mengurangi rasa nyeri.
  • Pijat daerah perut secara perlahan-lahan.
  • Coba tidur terlentang dengan kaki/lutut diganjal dengan bantal.
  • Lakukan olahraga ringan seperti senam, jalan kaki, atau bersepeda pada saat sebelum dan selama haid, hal tersebut dapat membuat aliran darah pada otot sekitar rahim menjadi lancar, sehingga rasa nyeri dapat teratasi atau berkurang.
  • Hindari menggunakan pakaian yang ketat dan dapat menekan perut saat datang haid

SOP
MANAJEMEN NYERI

DEFINISI :
cara meringankan nyeri atau mengurangi nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dapat diterima klien
1.    Distraksi
Suatu metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami
Tipe Distraksi

a.  Distraksi visual

-    Membaca/ menonton TV
-    Menonton pertandingan
-    Imajinasi terbimbing
b. Distraksi Auditori
-    Humor

-    Mendengar musik
c.              Distraksi Taktil
-    Bernapas perlahan & berirama
-    Masase
-    Memegang mainan
d. Distraksi  Intelektual
-    Teka teki silang
-    Permainan kartu
-    Hobi (menulis cerita)

2. RELAKSASI

Pengertian
Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri kronis. Rileks sempurna yang dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri.

Tiga hal utama yag dibutuhkan dalam teknik relaksasi   
-    Posisi klien yang tepat
-    Pikiran istirahat
-    Lingkungan yang tenang
Prosedur pelaksanaan
1.    Atur posisi klien agar rileks, posisi dapat duduk atau berbaring
2.    Instruksikan klien untuk menghirup nafas dalam sehingga rongga paru berisi udara yang bersih
3.    IIInstruksikan klien secara perlahan untuk menghembuskan udara dan membiarkannya keluar dari setiap anggota bagian tubuh. Bersamaan dengan ini minta klien untuk memusatkan perhatian ”betapa nikmat rasanya”
4.    Instruksikamklien untuk bernafas dengan irama normal beberapa saat (1-2 menit)
5.    Instruksikan klien untuk nafas dalam, kemudian menghenbuskan perlahan-lahan dan merasakan saat ini udara mengalir dari tangan, kaki menuju ke paru kemudian udara dibuaang keluar. Minta klien memusatkan perhatian pada kaki dan tangan, udara yan dikeluarkan dan merasakan kehangatannya
6.    Instruksikan klien untuk mengulangi prosedur no.5 dengan memusatkan perhatian pada kaki, tangan, punggung, perut dan bagian tubuh yang lain.
7.    Setelah klien merasa rileks, minta klien secara perlahan menanbah irama pernafasan. Gunakan pernafasan dada atau abdomen. Jika nyeri bertambah gunakan pernafasan dangkal dengan frekuensi yang lebih cepat.

RELAKSASI PROGRESIF

Pengertian
Teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan atau sugesti
Pelaksanaan Prosedur
1.        Beritahu klien bagaimana cara kerja relaksasi progresif
2.        Jelaskan tujuan dan prosedur
3.        Demonstrasikan metode menegangkan dan relaksasi otot
4.        Cuci tangan
5.        Berikan privasi klien
6.         Bantu klien ke posisi yang nyaman (pastikan bagian tubuh disangga dan sendi agak fleksi tanpa ada tegangan atau tarikan otot)
7.        Anjurkan klien untuk mengistirahatkan pikiran (meminta klien untuk memandang sekeliling ruangan secara perlahan)
8.        Minta klien untuk menegangkan dan merelaksasi setiap kelompok otot
-    Lakukan pada setiap kelompok otot, dimulai dari sisi yang dominan:
a.    Tangan dan lengan bawah
b.    lengan atas
c.    Dahi
d.    Wajah
e.    Leher
f.    Dada, bahu dan punggung
g.    Abdomen
h.    Paha
i.    Otot betis
j.    Kaki

9.        Dorongklien untuk bernapas perlahan dan dalam.
10.     Bicara dengan suara tenang yang mendorong relaksasi dan pimpin klien untuk berfokus pada setiap kelompok otot (missal “ buat kepalan tangan yang kuat, genggam kepalannya dengan sangat kuat, tahan tegangan 5-7 detik, lepaskan seluruh tegangan dan nikmati perasaan saat ototmu menjadi relaks dan mengendur)
11.    Kerutkan dahi keatas pada saat yang sama, tekan kepala sejauh mungkin ke belakang, putar searah jarum jam dan kebalikannya, kemudian anjurkan klien untuk mengerutkan otot muka : cemberut, mata dikedip-kedipkan, bibir dimonyongkan kedepan, lidah ditekan ke langit-langit dan bahu dibungkukkan 5-7 detik. Bimbing klien ke arah otot yang tegang, anjurkan klien untuk memikirkan rasanya, dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian rileks 12-30 detik.
12.    Lengkungkan punggung ke belakang sambil menarik nafas dalam, tekan keluar lambung, tahan lalu rileks. Tarik nafas dalam, tekan keluar perut, tahan, rileks.
13.    Tarik jari dan ibu jari ke belakang mengarah ke muka, tahan, rileks. Lipat ibu jari secara serentak, kencangkan betis paha dan pantat selama 5-7 detik, bimbing klien ke arah otot yang tegang, anjurkan klien untuk merasakannya, dan tegangkan otot sepenuhnya, kemudian rileks selama 12-30 detik.
14.    Ulangi prosedur untuk kelompok otot yang tidak rileks.
15.    Akhiri latihan relaksasi
-    Minta klien untuk menggerakkan badan secara perlahan dari tangan, kaki, lengan, tungkai, dan terakhir kepala, leher.
14.    Dokumentasikan

3. IMAJINASI TERBIMBING

Persiapan
Sediakan lingkungan yang nyaman dan tenang
·         Pelaksanaan
1. Jelaskan tujuan prosedur
o   Cuci tangan
o   Berikan privasi klien.
o   Bantu klien ke posisi yang nyaman
-   Posisi bersandar dan minta klien untuk menutup matanya
-    Gunakan sentuhan jika klien terasa nyaman
o   Implementasikan tindakan untuk menimbulkan relaksasi
-    Minta klien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indra dengan suara yang lembut.
-    Ketika klien rileks, klien berfokus pada bayangannya dan saat itu perawat tidak perlu bicara lagi
-    Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah atau tidak nyaman, hetikan latihan dan memulainya lagi ketika klien telah siap.
-    Relaksasi akan mengenai seluruh tubuh. Setelah 15 menit, klien harus memperhatikan tubuhnya. Biasanya klien rileks setelah menutup mata atau mendengarkan musik yang lembut sebagai bagroud yang membantu
-    Catat hal-hal yang digambarkan klien dalam pikiran untuk digunakan pada latihan selanjutnya dengan menggunakan informasi spesifik yang diberikan klien dan tidak membuat perubahan pernyataan klien.

4. PEMIJATAN (MASASE)
Pengertian
Pengurutan dan pemijatan yang menstimulasi sirkulasi darah serta metabolisme dalam jaringan.
Tujuan
-    Mengurangi ketegangan otot
-    Meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis
-    Mengkaji kondisi kulit
-    Meningkatkan sirkulasi/peredaran darah pada area yang dimasase.
Persiapan Alat
-    Pelumas (minyak hangat/lotion)
-    Handuk
Prosedur pelaksanaan
1.        Siapkan alat-alat yang dibutuhkan
2.        Identifikasi klien
3.        Jelaskan tujuan dan prosedur
4.        Cuci tangan
5.    Atur klien dalam posisi telungkup. Jika tidak bisa, dapat diatur dengan posisi miring.
6.    Letakkan Sebuah bantal kecil di bawah perut klien untuk menjaga posisi yang tepat
7.    Tuangkan sedikit lotion ke tangan. Usap kedua tangan sehingga lotion rata pada permukaan tangan.
8.    Lakukan masase pada punggung. Masase dilakuka dengan menggunakan jari-jari dan telapak tangan, dan tekanan yang halus.
9.    Metode masase :
-    Selang-seling tangan. Masase punggung dengan tekanan pendek, cepat,
      bergantian tangan

STANDAR OPERASIONAK PROSEDUR
( SOP )
Teknik Mengatasi Nyeri Atau Distrasi
Pengertian :
Suatu metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dirasakan
Tujuan :
Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri pada pasien
Indikasi :
Dilakukan pada pasiendengan gangguan nyeri kronis
Prosedur pelaksanaan :
A.   Tahap prainteraksi
1.    Membaca status pasien
2.    Mencuci tangan
3.    Menyiapkan peralatan

B.   Tahap orientasi
1.    Menmberikan salam kepada pasien
2.    Validasi kondisi pasien
3.    Kontrak waktu
4.    Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan pada pasien dan keluarga

C.   Tahap kerja
1.    Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya jika kurang jelas
2.    Tanyakan keluhan pasien
3.    Menjaga privacy pasien
4.    Memuli dengan cara yang baik
5.    Mengatur posisi pasien agar rileks tanap beban fisik
6.    Menberikan penjelasan pada pasien  beberapa cara distrasi
a.    Bernafas pelan-pelan
b.    Massage sambilbernafas pelan-pelan
c.    Mendengarkan lagu sambil, menepuk-nepuk jari kaki
d.    Menbanyangkan hal-hal yang indah sambil menutup mata
e.    Menonton TV
f.     Berbincang-bincang dengan orang lain

7.    Menganjurkan pasien untuk melakukan salah satu teknik distraksi tersebut
8.    Menganjurkan pasien untuk mencoba teknik tersebut bila terasa nyaman atau ketidak nyamanan

D.   Tahap terminasi
1.    Evaluasi hasil kegiatan
2.    Lakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
3.    Akhiri kegiatan dengan bsik
4.    Cuci tangan

E.   Dokumentasi
1.    Catat waktu pelaksanaan tindakan
2.    Catat respon pasien terhadap teknik distraksi
3.    Paraf dan nama perawat jaga.

GAGAL GINJAL
Definisi
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.
GAGAL GINJAL AKUT
Patofisiologi
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal dan disfungsi tubular dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urin normal.
Disampaing volume urin yang diekskresi, pasien gagal ginjal akut mengalami peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum dan retensi produk sampah metabolik lain yang normalnya diekskresikan oleh ginjal.
Penyebab
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah:
1. Kondisi prerenal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik)
2. Penyebab intrarenal (kerusakan actual jaringan ginjal)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya. Reaksi tranfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal, menyebabkan iskemia ginjal.
3. Pasca renal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin reversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal: (1) hipovolemia; (2) hipotensi; (3) penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif; (4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau batu ginjal dan (5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.
Tahapan
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan.
Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam) disertai peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertamakalinya muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan retensi nitrogen namun pasien masih mengekskresaikan urin sebanyak 2 liter atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama setelah antibiotic nefrotoksik diberikan kepada pasien, dapat juga terjadi pada kopndisi terbakar, cedera traumtaik dan penggunaan anestesi halogen.
Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun haluran urin mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikanfungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permanent sekitar 1% samapi 3%, tetapi hal ini secar klinis tidak signifikan.
Manifestasi klinis dan Abnormalitas Nilai Laboratorium
Hampir semua system tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah, dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi system saraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang.
Perubahan haluran urin
Haluran urin sedikit dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah (0,010 sedangkan nilai normalnya 0,015-0,025)
Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya tergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
Asidosis metabolik
Pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang terbentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah. Sehingga asidosis metabolic progresif menyertai gagal ginjal akut.
Abnormalitas Ca++ dan PO4-
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi, serum kalsium mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisiyang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan klinis
Anamnesis: perlu ditanyakan segala kemungkinan etiologi.
Pemeriksaan fisis: perlu diperhatikan gejala vital, tensi, nadi, turgor, tekanan vena sentral serta ada tidaknya hipotensi ortostatik.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas
Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis.
Komplikasi
- infeksi
- asidosis metabolic
- hiperkalemia
- uremia
- hipertensi
- payah jantung
- kejang uremik
- perdarahan
Penatalaksanaan
Sangat dipengaruhi oleh penyebab/penyakit primer. Penyebab prerenal perlu sekali dievaluasi, misalnya dehidrasi, penurunan tekanan darah, CVP< 3cm, syok, KU jelek.
  1. Tindakan awal
Terhadap factor prerenal
- koreksi factor prerenal
- koreksi cairan dengan darah, plasma atau NaCl fisiologik atau ringer
30 – 60 menit produksi urin tak naik
- Manitol 0,5-1 gr/kg BB IV selama 30 menit dalam larutan 25 % (samapi 25 gr)
- Furosemid 2 mg/kg BB IV
2 jam tidak berhasil (urin tetap 200-250 cc/m2/hr)
- Furosemid lagi
tak berhasil
- Masuk ke tindakan oliguria
Fase oliguria
1. Pemantauan ketat
- Timbang BB tiap hari
- Perhitungan ketat cairan: masukan vs haluaran
- Tanda-tanda vital
- Lab: Hct, Na+, CL-, Ca+, fosfat, asam urat, kreatinin, Pa CO2, BUN (tiap hari)
2. Tanggulangi komplikasi
3. Diet
- kalau dapat oral: kaya KH dan lemak
- batasi protein: 0,5-1 gr/kg BB/hari, dengan protein berkualitas tinggi
- lebih aman intravena
4. Cairan
Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible (sisanya akan terpenuhi dari air hasil metabolisme) Pada udara kering kurang dari 400 ml/m2/hari.
5. Hiperkalemia
6. Monitor EKG
Ion exchange resin 1 gr/kg BB kalau perlu dialysis peritoneal akut.
b. Fase nonoliguria
Fase ini biasabya ringan dan berlangsung beberapa hari: volume urin sedikit meningkat, BJ urin rendah. Awasi ketat Na+ dan K+
c. Dialisis akut
Indikasi pada asidosis yang berkepanjangan, hipermagnesemia, hiperkalemia, keadaan klinik makin mundur, uremia. Peritoneal dialysis dapat diterima dengan baik bila hanya beberapa kali saja dialisis diperlukan.
Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jilid 2, EGC, Jakarta
www. Us. Elsevierhealth.com, 2004, Nursing Diagnosis: for guide to Palnning care, fifth Edition
Waspadji. A, Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
1.Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
1)Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda – tanda chvostek”s dan Trousseau”s.
Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya kompleks QRS dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan acidosis, kejang yang mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.
2)Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.
Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi sekretori ginjal.
3)Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.
Rasional : Obat – obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan ginjal
4)Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap pengobatan.
Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi lebih lama. Monitor respon terhadap pengobatan untuk menentukan efektivitas obat yang diberikan dan kemungkinan timbulnya efek samping obat.
2.Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air dan natrium
1)Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP.
Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit.
2)Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.
Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.
3)Monitor ECG
Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan dengan disthrithmia. Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic.
4)Berikan cairan sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.
5)Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.
Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi tehadap efek samping yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia dll.
3.Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori.
1)Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.
Rasional : Keadaan – keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan nutrisi.
2)Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.
Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.
3)Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien.
Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .
4)Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.
5)Berikan antiemetik dan monitor responya.
Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.
6)Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.
Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan keadaan dan fungsi ginjalnya.
4.Potensial Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia.
1)Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.
Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.
2)Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.
Rasional : Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti dengan peningkatan temperatur dicurigai adanya infeksi. Status hipermetabolisme seperti adanya infeksi dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium.
3)Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
4)Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.
Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.
5.Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.
1)Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
Rasional : Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus.
2)Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.
Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.
3)Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.
Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri.
4)Lakukan perawat kulit secara benar.
Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi
5)Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
Rasional : Amengurangi pruritis.
6)Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.
6.Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungakan dengan uremia.
1)Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang : Pola tidur ; Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang)
Rasional : Perubahan yang terjadi merefleksikan adanya ganggua pada fungsi saraf sentral dan autonom.
2)Kaji tipe kepribadian
Rasional : Untuk mengidentifikasikan perubahan yang dihubungkan dengan uremia.
3)Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer, rasa terbakar, kram otot dan gejala paresthesia lainnya.
Rasional : Perubahan metabolisme menyebabkan disfungsi cerebral dan dapat terjadi kerusakan serabut saraf .
4)Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini.
Rasional : Menurunkan kemungkinan terjadinya disorientasi dan menginformasikan kepada klien keadaan / issue saat ini.
5)Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat tidur tidak boleh terlalu tiggi, jaukan barang – barang tajam, letakan bel dekat pasien.
Rasional :Memberikan kenyamanan lingkungan dan mencegah injuri.
6)Sempatkan waktu anda untuk bersama – sama klien, tanyakan klien dengan kalimat terbuka.
Rasional : Mencegah kehikangan memori pada pasien
7)Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur karena uremia dapat mengganggu pola tidur.
7.Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan kelemahan fisik.
1)Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang kebutuhan perawatan diri.
Rasional : untuk menentukan kebutuhan yang akan dilakukan.
2)Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan dipasien dengan melibatkan kelurag.
Rasional: Memandirikan kelurga dalam merawat pasien.
3)Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur.
Rasional: Untuk mencegah efek dari bedrest seperti pneumonia.
8.Resiko terjadinya diskusi seksual
1)Kaji keadaan pasien secara umum.
Rasional: untuk mengidentifikasikan masalah yang ada.
2)Minta pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara terbuka.
Rasional : Informasi dari pasien sangat penting untuk pelaksanaan askep
3)Bantu pasien untuk memecahkan masalah .
Rasional: Meningkatkan penerimaan pasien.
4)Jelaskan pasien tentang permasalahan yang terjadi.
Rasional : Membantu meningkatkan pengetahuan dan mengundang partisipasi klien.
5)Rujuk pasien kekonseling bila dibutuhkan
Rasional : Membantu untuk memecahkan permasalahan yang ada
9.Gangguan gambaran diri
1)Gaji dan jelaskan kepada pasien tentang keadaan ginjalnya serta alternatif tindakan lainnya seperti dialysis atau transplantasi
.Rasional: Interfensi awal bias mencegah disstres pada pasien.
2)Libatkan support sistim dalam perawatan pasien.
Rasional: Kehadiran support sistim meningkatkan harga diripasien.
GAGAL GINJAL KRONIK
I. Pengertian
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronis yang dikemukakan oleh beberapa ahli meliputi yaitu :
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.
II. Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut:
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
III. Etiologi
1. penyakit Hipertensi
2. Gout menyebabkan nefropati gout.
3. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
4. gangguan metabolisme
5. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
6. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
7. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
8. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit ginjal genetik) / herediter
9. infeksi, penyakit hipersensitif
10. penyakit peradangan, lesi obstruksi pada traktus urinarius
11. nefropatik toksik dan neoropati obstruksi
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.
5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung,
Kriteria: tekanan darah sistole antara 100 – 140 dan diastole antara 70 – 90 mmHg, frekuensi nadi antara 60 - 100, nadi perifer yang kuat, capilary refill time yang baik.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui
1. Kesadaran mental, rentang perhatian, dan interaksi, yang sesuai dengan lingkungan
2. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
3. Keseimbangan elektrolit terkendali :
? Sodium : 125 sampai 145 m eq/l
? Potassium 3 sampai 6 meq/l
? Bicarbonat > 15 meq/l
? Calsium 9 – 11 mg/dl
? Hoshate 3 – 5 mg/dl
4. Serum albumin > 2 g/dl
5. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
6. Urea nitrogen < 100 mg/dl
? Kreatinin < 15 mg/dl
? Uric acid < 12 mg/dl
7. Tidak terjadi inflamasi dan nyeri sendi
8. Tidak terjadi infeksi dan perdarahan yang abnormal
9. Tekanan darah dikendailikan sekurang-kurangnya 160/100 mmHg ada perubahan posisi dalam berdiri
10. Anoreksia, mual dan muntah, pruritis tidak ada atau tekendali
11. Penyakit lain yang menyertai sembuh atau terkendali (gagal jantung infeksi dan dehidrasi)
12. Tidak terjadi toksisitas akibat kurangnya ekskresi obat-obatan
13. Intake nutrisi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif
1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
3. Diet tinggi kalori rendah protein.
4. Kendalikan hipertensi.
5. Jaga keseimbangan eletrolit.
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK.
7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal.
8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
9. Persiapkan program hemodialisis.
10. Transplantasi ginjal.
Rencana:
a. Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan darah akibat perubahan posisi Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi adanya edema, perifer, kongesti vaskuler dan keluhan dispnoe.
R/ Adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan keluhan dispnea manunjukan adanya renal failure.
R/ Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin angiotensin dan aldosteron. Tetapi ortostatik hipotensi juga dapat terjadi akibat dari defisit intravaskular fluid.
b. Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.dan batasi aktivitas berlebihan
R/ Kelemahan dapat terjadi akibat dari tidak lancarnya sirkulasi darah.dan b eban jantung dipengaruhi oleh aktivitas berlebihan
c. Beri tambahan O2 sesuai indikasi
R/ meningkatkan sediaan oksigen pada miokard
d. Kolaborasi dalam:
Pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum kreatinin, Kreatinin klirens.
Pemeriksaan thoraks foto.
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Siapkan Dialisis
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati membran semipermiabel. Pada hemodialisis, darah merupakan salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain. Membran semi permiabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebes melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Darah yang mengandung produk sisa seperti urea dan kreatinin, mengalir kedalam kompartemen dialiser atau ginjal buatan, tempat akan bertemu dengan dialisat, yang tidak mengandung urea atau kreatinin. Ditetapkan gradien maksimum sehingga zat ini mengalir dari darah ke dialisat. Aliran berulang darah melalui pada rentang kecepatan 200-400 ml/menit lebih dari 2 – 4 jam mengurangi kadar produk sisa ini menjadi keadaan yang lebih normal (Hudak & Gallo, 1996).
Sistim dari hemodialisa akan membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat, membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antar darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultra filtrasi), mempertahankan atau mengembalikan sistim bufer tubuh dan mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi cedera
Kriteria : Tidak mengalami tanda-tanda perdarahan,lab. Dalam batas normal.
Rencana:
a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan, takikardia, mukosa / kulit pucat, dispnoe, nyeri dada.
R/ Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung untuk mempertahankan oksigensi sel.
b. Awasi tingkat kesadaran dan prilaku.
R/ Anemia dapat menyebabkan hipoksia, serebral, perubahan prilaku mental dan orientasi.
c. Evaluasi respon terhadap aktivitas.
R/ Anemia menurunkan oksigenasi jaringan, meningkatkan kelelahan, memerlukan perubahan aktivitas (istirahat).
d. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, atau pada area mukosa.
R/ Mengalami kerapuhan kapiler.
e. Awasi haematemesis atau sekresi GI / darah feses.
R/ Stress dan abnormalitas hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan GI track.
f. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil pada saat penyuntikan, lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan.
R/ Menurunkan resiko perdarahan / pembentukan hematoma.
Kolaborasi :
g. Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, Thrombosit, Faktor Pembekuan dan Protrombin.
R./ Uremia, menurunkan produksi eritropoetin, menekan produksi Sel Darah Merah. Pada gagal ginjal kronik, Hb, hematokrit biasanya rendah.
h. Pemberian transfusi.
R./ Mengatasi anemia simtomatik.
i. Pemberian obat – obatan :
Sediaan besi, asam folat, sianokobalamin.
R./ Memperbaiki gejala anemi.
Cimetidin (Actal).
R./ Profilaksis menetralkan asam lambung.
Hemostatik (Amicar).
R./ Menghambat perdarahan.
Pelunak feses.
R./ Mengurangi perdarahan mukosa.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
Tujuan : Meningkatkan tingkat mental.
Kriteria : Klien mengenal tempat, orang, waktu, tidak menarik diri, tidak ada gangguan kognitif.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui
1. Kesadaran mental, rentang perhatian, dan interaksi, yang sesuai dengan lingkungan
2. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
3. Keseimbangan elektrolit terkendali :
? Sodium : 125 sampai 145 m eq/l
? Potassium 3 sampai 6 meq/l
? Bicarbonat > 15 meq/l
? Calsium 9 – 11 mg/dl
? Hoshate 3 – 5 mg/dl
4. Serum albumin > 2 g/dl
5. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
6. Urea nitrogen < 100 mg/dl
7. Kreatinin < 15 mg/dl
8. Uric acid < 12 mg/dl
Rencana :
a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir, memori, orientasi, perhatikan lapang perhatian.
R./ Efek sindrom uremik dapat terjadi dengan Kekacauan minor dan berkembang ke perubahan kepribadian.
b. Pastikan orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya.
R./ Memberikan perbandingan.
c. Berikan lingkungan tenang, ijinkan menggunakan TV. Radio dan kunjungan.
R./ Meminimalkan rangsangan lingkungan.
d. Orientasikan kembali terhadap lingkungan orang dan waktu.
R./ Memberikan petunjuk untuk membantu pengenalan kenyataan.
e. Hadirkan kenyataan secara singkat dan ringkas.
R./ Meningkatkan penolakan terhadap kenyataan.
f. Komunikasikan informasi dalam kalimat pendek.
R./ Komunikasi akan dipahami/diingat.
g. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur.
R./ Gangguan tidur dapat mengganggu kemampuan kognitif.
Kolaborasi :
h. Pemberian tambahan oksigen.
R./ Perbaikan hipoksia dapat memperbaiki kognitif.
i. Hindari penggunaan barbiturat/opiat.
R./ Memperburuk kekacauan.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum pada kulit.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria : kulit tidak lecet, klien mampu mendemonstrasikan cara untuk mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui
1. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
2. Keseimbangan elektrolit terkendali :
? Sodium : 125 sampai 145 m eq/l
? Potassium 3 sampai 6 meq/l
? Bicarbonat > 15 meq/l
? Calsium 9 – 11 mg/dl
? Hoshate 3 – 5 mg/dl
3. Serum albumin > 2 g/dl
4. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
5. Urea nitrogen < 100 mg/dl
6. Kreatinin < 15 mg/dl
7. Uric acid < 12 mg/dl
8. Tidak terjadi inflamasi dan nyeri sendi
9. Tekanan darah dikendailikan sekurang-kurangnya 160/100 mmHg ada perubahan posisi dalam berdiri
10. Tidak terjadi toksisitas akibat kurangnya ekskresi obat-obatan
11. Intake nutrisi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif
12. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
13. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
14. Diet tinggi kalori rendah protein.
15. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
Rencana :
a. Inspeksi kulit terhadap Perubahan Warna, turgor, perhatikan kemerahan,ekskoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus.
b. Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya excoriasi.
R/ Sirkulasi darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan memudahkan timbulnya dicubitus/ infeksi.
c. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
R/ Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas jaringan pada tingkat seluler.
d. Ganti posisi tiap 2 jam sekali, beri bantalan pada tonjolan tulang , pelindung siku dan tumit..
R/ Mengurangi/ menurunkan tekanan pada daerah yang edema, daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan.
e. Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
R/ Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang mengarah terjadinya dikubitus.

f. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering yang menyerap keringat dan bebas keriput.
R/ Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.

g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin.
R/ Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera.

h. Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
R/ Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat membatasi ferfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.

5. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan penurunan saliva, pemabatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
Tujuan : Mempertahankan membran mukosa.
Kriteria : Mukosa lembab, inflamasi, ulserasi tidak ada, bau amonia berkurang/hilang.
Rencana :
a. Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karakter saliva adanya inflamasi dan ulserasi.
R./ Deteksi untuk mencegah infeksi.

b. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam abatas yang ditentukan.
R./ Mencegah kekeringan mulut.

c. Berikan perawatan mulut sering cuci dengan larutan Asam asetik 25%, berikan permen karet, permen keras antara makan.
R./ Perawatan mulut menyejukan, melumasi, dan membantu menyegarkan mulut yang tidak menyenangkan karena uremia.

d. Anjurkan hygiene yang baik setelah makan dan saat akan tidur.
R./ Menurunkan pertumbuhan bakteri.

e. Anjurkan klien untuk menghentikan merokok, dan menghindari produk pencuci mulut yang mengandung alkohol.
R./ Alkohol, mengiritasi mukosa dan efeknya mengeringkan.

Kolaborasi :
f. Pemberian obat-obatan sesuai dengan indikasi Antihistamin, Kiproheptadin.
R./ Menghilangkan gatal.

6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
Tujuan : Terjadi peningkatan kadar Hb.
Kriteria : Kadar Hb dalam batas normal, perfusi jaringan baik, akral hangat, merah dan kering.
Rencana :
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering.
R/ kekeringan meningkatkan sensitivitas kulit dengan merangsang ujung saraf.

b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan mempertahankan suhu ruangan yang sejuk dengan kelembaban yang rendah, hindari pakaian yang terlalu tebal.
R/ penghangatan yang berlebihan meningkatkan sensitivitas melalui vaso dilatasi.

c. Anjurkan tidak menggaruk.
R/ Garukan merangsang pelepasan histamin.

d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien dan penentuan terhadap tindakan selanjutnya.

e. Kolaborasi dalam:
Pemberian transfusi
Pemeriksaan laboratorium Hb.

7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria : Klien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
Klien tenang dan wajah segar.
Klien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana :
a. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
R./ Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat

b. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
R./ Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.

c. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
R./ Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.

d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi.
R./ Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.

e. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
R./ Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.

8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Klien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria : Klien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit gagal ginjal kronik dan Hipertensi.
R./ Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.

b. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
R./ Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.

c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R./ Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

d. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
R./ Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.

e. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada / memungkinkan).
R./ Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria : Klien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
Emosi stabil., pasien tenang.
Istirahat cukup.
Rencana :
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
R./ Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.

b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
R./ Dapat meringankan beban pikiran pasien.

c. Gunakan komunikasi terapeutik.
R./ Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.

d. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
R./ Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.

e. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
R./ Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.

f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
R./ Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.

g. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R./ Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

10. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria : Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Mual berkurang dan muntah tidak ada.
Tekanan darah 140/90 mmHg.
Rencana :
a. Kaji/catat pemasukan diet status nutrisi dan kebiasaan makan.
R./ Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
b. Identifikasi perubahan pola makan.
R./ Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
c. Berikan makanan sedikit dan sering.
R./ Meminimalkan anoreksia dan mual.
d. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
R./ Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipertensi yang lebih berat.
e. Tawarkan perawatan mulut, berikan permen karet atau penyegar mulut diantara waktu makan.
R./ Menghindari membran mukosa mulut kering dan pecah.
f. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
R./ Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
g. Kolaborasi: konsul dengan dokter untuk pemberikan obat sesuai dengan indikasi; Nabic, Anti emetik dan anti hipertensi.
R./ Nabic dapat mengatasi/memperbaiki asidosis. anti emitik akan mencegah mual/muntah dan obat anti hipertensi akan mempercepat penurunan tekanan darah.
h. Kolaborasi: konsul dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi kalori, rendah protein, rendah garam (TKRPRG).
R./ Pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan tekanan darah dan mencegah komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2; EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 6; EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA.

Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Bandung.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Editor: Setiawan. EGC. Jakarta:

Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning Guides for Children. Baltimore. Williams & Wilkins

Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. FKUI. Jakarta.

SMF UPF Anak. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya
·  TEORI
Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsu1PHuE3064iEMELdn1Elyc2aLzTRhIw3IF9O5igYpNgl_Jz9doOgbR52bt_7VC_2a7UKZRo569NXI83uyb61TVKAmQETEUhW8gm-ueqqxe-UTrgp6tjs5ydYfJOsGC9S2h44vQOcR5uz/s320/cat+kidney.jpgKLASIFIKASI :
1. Gagal Ginjal Akut Prerenal
2. Gagal Ginjal Akut Post Renal
3. Gagal Ginjal Akut Renal
Gagal Ginjal Akut Prerenal;
Gagal ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada
nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Etiologi
1.      Penurunan Volume vaskular ;
a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.
b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
2.      Kenaikan kapasitas vaskular
a. sepsis
b. Blokade ganglion
c. Reaksi anafilaksis.
3.      Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
a. renjatan kardiogenik
b. Payah jantung kongesti
c. Tamponade jantung
d. Distritmia
e. Emboli paru
f. Infark jantung.
Gagal Ginjal Akut Posrenal
GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi
Etiologi
1. Obstruksi
a. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.
b. Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).
2. Ektravasasi.
Gagal Ginjal Akut Renal
1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
a. Glomerulonefritis
b. Nefrosklerosis
c. Penyakit kolagen
d. Angitis hipersensitif
e. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.
2.Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.
Pemeriksaan Laboratorium :
  1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
  2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
  3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
  4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
  5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
  6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.
  7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
  8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
  9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.
  10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.
  11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
  12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
  13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
  14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
  15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
  16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
Darah :
  1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
  2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup.
  3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
  4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
  5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
  6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
  7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
  8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
  9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
  10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
  11. CT.Scan
  12. MRI
  13. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
·  PATHWAYS

·  ANALISA DATA
NO
TGL / JAM
DATA
PROBLEM
ETIOLOGI
1
Diisi pada saat tanggal pengkajian
Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan
masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll
Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien
·  DIAGNOSA KEPERAWATAN
  •  
·         Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.
·         Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
·         Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein
·         Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
·         Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
·         Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan.
·         Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang mengingat.
  •  
·  RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
PERENCANAAN
1
Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air
Volume cairan tubuh normal
Kriteria hasil :
Tidak terjadi oedem, tidak ada keluhan pada tubuh
  1. Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP
  2. Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.
  3. Monitor ECG
  4. Berikan cairan sesuai indikasi
  5. Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.
2
Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
Metabolisme kembali normal
  1. Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda – tanda chvostek”s dan Trousseau”s
  2. Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.
  3. Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.
  4. Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap pengobatan.
3
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein
Nutrisi seimbang
Kriteria Hasil :
BB stabil, porsi makan habis
  1. Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia
  2. Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.
  3. Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien.
  4. Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.
  5. Berikan antiemetik dan monitor responya.
  6. Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.
4
Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.
Tidak terjadi Kerusakan integritas kulit
  1. Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
  2. Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.
  3. Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema
  4. Lakukan perawat kulit secara benar.
  5. Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
  6. Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
5
Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
Tidak terjadi infeksi
  1. Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.
  2. Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.
  3. Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution.
  4. Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.
    Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.
6
Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungakan dengan uremia
Proses pikir normal
  1. Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang : Pola tidur ; Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang)
  2. Kaji tipe kepribadian
  3. Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer, rasa terbakar, kram otot dan gejala paresthesia lainnya.
  4. Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini.
  5. Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat tidur tidak boleh terlalu tiggi, jaukan barang – barang tajam, letakan bel dekat pasien.
  6. Sempatkan waktu anda untuk bersama – sama klien, tanyakan klien dengan kalimat terbuka.
  7. Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat.
7
Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan kelemahan fisik.
Personal hygiene terpenuhi
  1. Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang kebutuhan perawatan diri.
  2. Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan dipasien dengan melibatkan kelurag.
  3. Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur

GAGAL GINJAL
Definisi
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.
GAGAL GINJAL AKUT
Patofisiologi
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal dan disfungsi tubular dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urin normal.
Disampaing volume urin yang diekskresi, pasien gagal ginjal akut mengalami peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum dan retensi produk sampah metabolik lain yang normalnya diekskresikan oleh ginjal.
Penyebab
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah:
1. Kondisi prerenal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik)
2. Penyebab intrarenal (kerusakan actual jaringan ginjal)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya. Reaksi tranfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal, menyebabkan iskemia ginjal.
3. Pasca renal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin reversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal: (1) hipovolemia; (2) hipotensi; (3) penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif; (4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau batu ginjal dan (5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.
Tahapan
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan.
Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam) disertai peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertamakalinya muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan retensi nitrogen namun pasien masih mengekskresaikan urin sebanyak 2 liter atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama setelah antibiotic nefrotoksik diberikan kepada pasien, dapat juga terjadi pada kopndisi terbakar, cedera traumtaik dan penggunaan anestesi halogen.
Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun haluran urin mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikanfungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permanent sekitar 1% samapi 3%, tetapi hal ini secar klinis tidak signifikan.
Manifestasi klinis dan Abnormalitas Nilai Laboratorium
Hampir semua system tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah, dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi system saraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang.
Perubahan haluran urin
Haluran urin sedikit dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah (0,010 sedangkan nilai normalnya 0,015-0,025)
Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya tergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
Asidosis metabolik
Pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang terbentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah. Sehingga asidosis metabolic progresif menyertai gagal ginjal akut.
Abnormalitas Ca++ dan PO4-
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi, serum kalsium mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisiyang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan klinis
Anamnesis: perlu ditanyakan segala kemungkinan etiologi.
Pemeriksaan fisis: perlu diperhatikan gejala vital, tensi, nadi, turgor, tekanan vena sentral serta ada tidaknya hipotensi ortostatik.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas
Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis.
Komplikasi
- infeksi
- asidosis metabolic
- hiperkalemia
- uremia
- hipertensi
- payah jantung
- kejang uremik
- perdarahan
Penatalaksanaan
Sangat dipengaruhi oleh penyebab/penyakit primer. Penyebab prerenal perlu sekali dievaluasi, misalnya dehidrasi, penurunan tekanan darah, CVP< 3cm, syok, KU jelek.
  1. Tindakan awal
Terhadap factor prerenal
- koreksi factor prerenal
- koreksi cairan dengan darah, plasma atau NaCl fisiologik atau ringer
30 – 60 menit produksi urin tak naik
- Manitol 0,5-1 gr/kg BB IV selama 30 menit dalam larutan 25 % (samapi 25 gr)
- Furosemid 2 mg/kg BB IV
2 jam tidak berhasil (urin tetap 200-250 cc/m2/hr)
- Furosemid lagi
tak berhasil
- Masuk ke tindakan oliguria
Fase oliguria
1. Pemantauan ketat
- Timbang BB tiap hari
- Perhitungan ketat cairan: masukan vs haluaran
- Tanda-tanda vital
- Lab: Hct, Na+, CL-, Ca+, fosfat, asam urat, kreatinin, Pa CO2, BUN (tiap hari)
2. Tanggulangi komplikasi
3. Diet
- kalau dapat oral: kaya KH dan lemak
- batasi protein: 0,5-1 gr/kg BB/hari, dengan protein berkualitas tinggi
- lebih aman intravena
4. Cairan
Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible (sisanya akan terpenuhi dari air hasil metabolisme) Pada udara kering kurang dari 400 ml/m2/hari.
5. Hiperkalemia
6. Monitor EKG
Ion exchange resin 1 gr/kg BB kalau perlu dialysis peritoneal akut.
b. Fase nonoliguria
Fase ini biasabya ringan dan berlangsung beberapa hari: volume urin sedikit meningkat, BJ urin rendah. Awasi ketat Na+ dan K+
c. Dialisis akut
Indikasi pada asidosis yang berkepanjangan, hipermagnesemia, hiperkalemia, keadaan klinik makin mundur, uremia. Peritoneal dialysis dapat diterima dengan baik bila hanya beberapa kali saja dialisis diperlukan.
Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jilid 2, EGC, Jakarta
www. Us. Elsevierhealth.com, 2004, Nursing Diagnosis: for guide to Palnning care, fifth Edition
Waspadji. A, Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
1.Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
1)Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda – tanda chvostek”s dan Trousseau”s.
Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya kompleks QRS dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan acidosis, kejang yang mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.
2)Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.
Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi sekretori ginjal.
3)Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.
Rasional : Obat – obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan ginjal
4)Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap pengobatan.
Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi lebih lama. Monitor respon terhadap pengobatan untuk menentukan efektivitas obat yang diberikan dan kemungkinan timbulnya efek samping obat.
2.Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air dan natrium
1)Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP.
Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit.
2)Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.
Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.
3)Monitor ECG
Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan dengan disthrithmia. Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic.
4)Berikan cairan sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.
5)Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.
Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi tehadap efek samping yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia dll.
3.Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori.
1)Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.
Rasional : Keadaan – keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan nutrisi.
2)Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.
Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.
3)Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien.
Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .
4)Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.
5)Berikan antiemetik dan monitor responya.
Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.
6)Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.
Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan keadaan dan fungsi ginjalnya.
4.Potensial Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia.
1)Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.
Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.
2)Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.
Rasional : Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti dengan peningkatan temperatur dicurigai adanya infeksi. Status hipermetabolisme seperti adanya infeksi dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium.
3)Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
4)Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.
Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.
5.Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.
1)Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
Rasional : Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus.
2)Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.
Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.
3)Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.
Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri.
4)Lakukan perawat kulit secara benar.
Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi
5)Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
Rasional : Amengurangi pruritis.
6)Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.
6.Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungakan dengan uremia.
1)Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang : Pola tidur ; Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang)
Rasional : Perubahan yang terjadi merefleksikan adanya ganggua pada fungsi saraf sentral dan autonom.
2)Kaji tipe kepribadian
Rasional : Untuk mengidentifikasikan perubahan yang dihubungkan dengan uremia.
3)Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer, rasa terbakar, kram otot dan gejala paresthesia lainnya.
Rasional : Perubahan metabolisme menyebabkan disfungsi cerebral dan dapat terjadi kerusakan serabut saraf .
4)Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini.
Rasional : Menurunkan kemungkinan terjadinya disorientasi dan menginformasikan kepada klien keadaan / issue saat ini.
5)Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat tidur tidak boleh terlalu tiggi, jaukan barang – barang tajam, letakan bel dekat pasien.
Rasional :Memberikan kenyamanan lingkungan dan mencegah injuri.
6)Sempatkan waktu anda untuk bersama – sama klien, tanyakan klien dengan kalimat terbuka.
Rasional : Mencegah kehikangan memori pada pasien
7)Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur karena uremia dapat mengganggu pola tidur.
7.Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan kelemahan fisik.
1)Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang kebutuhan perawatan diri.
Rasional : untuk menentukan kebutuhan yang akan dilakukan.
2)Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan dipasien dengan melibatkan kelurag.
Rasional: Memandirikan kelurga dalam merawat pasien.
3)Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur.
Rasional: Untuk mencegah efek dari bedrest seperti pneumonia.
8.Resiko terjadinya diskusi seksual
1)Kaji keadaan pasien secara umum.
Rasional: untuk mengidentifikasikan masalah yang ada.
2)Minta pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara terbuka.
Rasional : Informasi dari pasien sangat penting untuk pelaksanaan askep
3)Bantu pasien untuk memecahkan masalah .
Rasional: Meningkatkan penerimaan pasien.
4)Jelaskan pasien tentang permasalahan yang terjadi.
Rasional : Membantu meningkatkan pengetahuan dan mengundang partisipasi klien.
5)Rujuk pasien kekonseling bila dibutuhkan
Rasional : Membantu untuk memecahkan permasalahan yang ada
9.Gangguan gambaran diri
1)Gaji dan jelaskan kepada pasien tentang keadaan ginjalnya serta alternatif tindakan lainnya seperti dialysis atau transplantasi
.Rasional: Interfensi awal bias mencegah disstres pada pasien.
2)Libatkan support sistim dalam perawatan pasien.
Rasional: Kehadiran support sistim meningkatkan harga diripasien.
GAGAL GINJAL KRONIK
I. Pengertian
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronis yang dikemukakan oleh beberapa ahli meliputi yaitu :
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.
II. Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut:
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
III. Etiologi
1. penyakit Hipertensi
2. Gout menyebabkan nefropati gout.
3. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
4. gangguan metabolisme
5. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
6. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
7. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
8. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit ginjal genetik) / herediter
9. infeksi, penyakit hipersensitif
10. penyakit peradangan, lesi obstruksi pada traktus urinarius
11. nefropatik toksik dan neoropati obstruksi
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.
5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung,
Kriteria: tekanan darah sistole antara 100 – 140 dan diastole antara 70 – 90 mmHg, frekuensi nadi antara 60 - 100, nadi perifer yang kuat, capilary refill time yang baik.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui
1. Kesadaran mental, rentang perhatian, dan interaksi, yang sesuai dengan lingkungan
2. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
3. Keseimbangan elektrolit terkendali :
? Sodium : 125 sampai 145 m eq/l
? Potassium 3 sampai 6 meq/l
? Bicarbonat > 15 meq/l
? Calsium 9 – 11 mg/dl
? Hoshate 3 – 5 mg/dl
4. Serum albumin > 2 g/dl
5. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
6. Urea nitrogen < 100 mg/dl
? Kreatinin < 15 mg/dl
? Uric acid < 12 mg/dl
7. Tidak terjadi inflamasi dan nyeri sendi
8. Tidak terjadi infeksi dan perdarahan yang abnormal
9. Tekanan darah dikendailikan sekurang-kurangnya 160/100 mmHg ada perubahan posisi dalam berdiri
10. Anoreksia, mual dan muntah, pruritis tidak ada atau tekendali
11. Penyakit lain yang menyertai sembuh atau terkendali (gagal jantung infeksi dan dehidrasi)
12. Tidak terjadi toksisitas akibat kurangnya ekskresi obat-obatan
13. Intake nutrisi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif
1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
3. Diet tinggi kalori rendah protein.
4. Kendalikan hipertensi.
5. Jaga keseimbangan eletrolit.
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK.
7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal.
8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
9. Persiapkan program hemodialisis.
10. Transplantasi ginjal.
Rencana:
a. Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan darah akibat perubahan posisi Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi adanya edema, perifer, kongesti vaskuler dan keluhan dispnoe.
R/ Adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan keluhan dispnea manunjukan adanya renal failure.
R/ Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin angiotensin dan aldosteron. Tetapi ortostatik hipotensi juga dapat terjadi akibat dari defisit intravaskular fluid.
b. Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.dan batasi aktivitas berlebihan
R/ Kelemahan dapat terjadi akibat dari tidak lancarnya sirkulasi darah.dan b eban jantung dipengaruhi oleh aktivitas berlebihan
c. Beri tambahan O2 sesuai indikasi
R/ meningkatkan sediaan oksigen pada miokard
d. Kolaborasi dalam:
Pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum kreatinin, Kreatinin klirens.
Pemeriksaan thoraks foto.
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Siapkan Dialisis
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati membran semipermiabel. Pada hemodialisis, darah merupakan salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain. Membran semi permiabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebes melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Darah yang mengandung produk sisa seperti urea dan kreatinin, mengalir kedalam kompartemen dialiser atau ginjal buatan, tempat akan bertemu dengan dialisat, yang tidak mengandung urea atau kreatinin. Ditetapkan gradien maksimum sehingga zat ini mengalir dari darah ke dialisat. Aliran berulang darah melalui pada rentang kecepatan 200-400 ml/menit lebih dari 2 – 4 jam mengurangi kadar produk sisa ini menjadi keadaan yang lebih normal (Hudak & Gallo, 1996).
Sistim dari hemodialisa akan membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat, membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antar darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultra filtrasi), mempertahankan atau mengembalikan sistim bufer tubuh dan mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi cedera
Kriteria : Tidak mengalami tanda-tanda perdarahan,lab. Dalam batas normal.
Rencana:
a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan, takikardia, mukosa / kulit pucat, dispnoe, nyeri dada.
R/ Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung untuk mempertahankan oksigensi sel.
b. Awasi tingkat kesadaran dan prilaku.
R/ Anemia dapat menyebabkan hipoksia, serebral, perubahan prilaku mental dan orientasi.
c. Evaluasi respon terhadap aktivitas.
R/ Anemia menurunkan oksigenasi jaringan, meningkatkan kelelahan, memerlukan perubahan aktivitas (istirahat).
d. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, atau pada area mukosa.
R/ Mengalami kerapuhan kapiler.
e. Awasi haematemesis atau sekresi GI / darah feses.
R/ Stress dan abnormalitas hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan GI track.
f. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil pada saat penyuntikan, lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan.
R/ Menurunkan resiko perdarahan / pembentukan hematoma.
Kolaborasi :
g. Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, Thrombosit, Faktor Pembekuan dan Protrombin.
R./ Uremia, menurunkan produksi eritropoetin, menekan produksi Sel Darah Merah. Pada gagal ginjal kronik, Hb, hematokrit biasanya rendah.
h. Pemberian transfusi.
R./ Mengatasi anemia simtomatik.
i. Pemberian obat – obatan :
Sediaan besi, asam folat, sianokobalamin.
R./ Memperbaiki gejala anemi.
Cimetidin (Actal).
R./ Profilaksis menetralkan asam lambung.
Hemostatik (Amicar).
R./ Menghambat perdarahan.
Pelunak feses.
R./ Mengurangi perdarahan mukosa.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
Tujuan : Meningkatkan tingkat mental.
Kriteria : Klien mengenal tempat, orang, waktu, tidak menarik diri, tidak ada gangguan kognitif.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui
1. Kesadaran mental, rentang perhatian, dan interaksi, yang sesuai dengan lingkungan
2. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
3. Keseimbangan elektrolit terkendali :
? Sodium : 125 sampai 145 m eq/l
? Potassium 3 sampai 6 meq/l
? Bicarbonat > 15 meq/l
? Calsium 9 – 11 mg/dl
? Hoshate 3 – 5 mg/dl
4. Serum albumin > 2 g/dl
5. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
6. Urea nitrogen < 100 mg/dl
7. Kreatinin < 15 mg/dl
8. Uric acid < 12 mg/dl
Rencana :
a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir, memori, orientasi, perhatikan lapang perhatian.
R./ Efek sindrom uremik dapat terjadi dengan Kekacauan minor dan berkembang ke perubahan kepribadian.
b. Pastikan orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya.
R./ Memberikan perbandingan.
c. Berikan lingkungan tenang, ijinkan menggunakan TV. Radio dan kunjungan.
R./ Meminimalkan rangsangan lingkungan.
d. Orientasikan kembali terhadap lingkungan orang dan waktu.
R./ Memberikan petunjuk untuk membantu pengenalan kenyataan.
e. Hadirkan kenyataan secara singkat dan ringkas.
R./ Meningkatkan penolakan terhadap kenyataan.
f. Komunikasikan informasi dalam kalimat pendek.
R./ Komunikasi akan dipahami/diingat.
g. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur.
R./ Gangguan tidur dapat mengganggu kemampuan kognitif.
Kolaborasi :
h. Pemberian tambahan oksigen.
R./ Perbaikan hipoksia dapat memperbaiki kognitif.
i. Hindari penggunaan barbiturat/opiat.
R./ Memperburuk kekacauan.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum pada kulit.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria : kulit tidak lecet, klien mampu mendemonstrasikan cara untuk mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui
1. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
2. Keseimbangan elektrolit terkendali :
? Sodium : 125 sampai 145 m eq/l
? Potassium 3 sampai 6 meq/l
? Bicarbonat > 15 meq/l
? Calsium 9 – 11 mg/dl
? Hoshate 3 – 5 mg/dl
3. Serum albumin > 2 g/dl
4. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
5. Urea nitrogen < 100 mg/dl
6. Kreatinin < 15 mg/dl
7. Uric acid < 12 mg/dl
8. Tidak terjadi inflamasi dan nyeri sendi
9. Tekanan darah dikendailikan sekurang-kurangnya 160/100 mmHg ada perubahan posisi dalam berdiri
10. Tidak terjadi toksisitas akibat kurangnya ekskresi obat-obatan
11. Intake nutrisi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif
12. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
13. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
14. Diet tinggi kalori rendah protein.
15. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
Rencana :
a. Inspeksi kulit terhadap Perubahan Warna, turgor, perhatikan kemerahan,ekskoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus.
b. Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya excoriasi.
R/ Sirkulasi darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan memudahkan timbulnya dicubitus/ infeksi.
c. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
R/ Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas jaringan pada tingkat seluler.
d. Ganti posisi tiap 2 jam sekali, beri bantalan pada tonjolan tulang , pelindung siku dan tumit..
R/ Mengurangi/ menurunkan tekanan pada daerah yang edema, daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan.
e. Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
R/ Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang mengarah terjadinya dikubitus.

f. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering yang menyerap keringat dan bebas keriput.
R/ Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.

g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin.
R/ Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera.

h. Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
R/ Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat membatasi ferfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.

5. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan penurunan saliva, pemabatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
Tujuan : Mempertahankan membran mukosa.
Kriteria : Mukosa lembab, inflamasi, ulserasi tidak ada, bau amonia berkurang/hilang.
Rencana :
a. Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karakter saliva adanya inflamasi dan ulserasi.
R./ Deteksi untuk mencegah infeksi.

b. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam abatas yang ditentukan.
R./ Mencegah kekeringan mulut.

c. Berikan perawatan mulut sering cuci dengan larutan Asam asetik 25%, berikan permen karet, permen keras antara makan.
R./ Perawatan mulut menyejukan, melumasi, dan membantu menyegarkan mulut yang tidak menyenangkan karena uremia.

d. Anjurkan hygiene yang baik setelah makan dan saat akan tidur.
R./ Menurunkan pertumbuhan bakteri.

e. Anjurkan klien untuk menghentikan merokok, dan menghindari produk pencuci mulut yang mengandung alkohol.
R./ Alkohol, mengiritasi mukosa dan efeknya mengeringkan.

Kolaborasi :
f. Pemberian obat-obatan sesuai dengan indikasi Antihistamin, Kiproheptadin.
R./ Menghilangkan gatal.

6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
Tujuan : Terjadi peningkatan kadar Hb.
Kriteria : Kadar Hb dalam batas normal, perfusi jaringan baik, akral hangat, merah dan kering.
Rencana :
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering.
R/ kekeringan meningkatkan sensitivitas kulit dengan merangsang ujung saraf.

b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan mempertahankan suhu ruangan yang sejuk dengan kelembaban yang rendah, hindari pakaian yang terlalu tebal.
R/ penghangatan yang berlebihan meningkatkan sensitivitas melalui vaso dilatasi.

c. Anjurkan tidak menggaruk.
R/ Garukan merangsang pelepasan histamin.

d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien dan penentuan terhadap tindakan selanjutnya.

e. Kolaborasi dalam:
Pemberian transfusi
Pemeriksaan laboratorium Hb.

7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria : Klien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
Klien tenang dan wajah segar.
Klien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana :
a. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
R./ Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat

b. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
R./ Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.

c. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
R./ Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.

d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi.
R./ Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.

e. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
R./ Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.

8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Klien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria : Klien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit gagal ginjal kronik dan Hipertensi.
R./ Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.

b. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
R./ Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.

c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R./ Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

d. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
R./ Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.

e. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada / memungkinkan).
R./ Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria : Klien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
Emosi stabil., pasien tenang.
Istirahat cukup.
Rencana :
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
R./ Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.

b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
R./ Dapat meringankan beban pikiran pasien.

c. Gunakan komunikasi terapeutik.
R./ Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.

d. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
R./ Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.

e. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
R./ Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.

f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
R./ Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.

g. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R./ Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

10. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria : Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Mual berkurang dan muntah tidak ada.
Tekanan darah 140/90 mmHg.
Rencana :
a. Kaji/catat pemasukan diet status nutrisi dan kebiasaan makan.
R./ Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
b. Identifikasi perubahan pola makan.
R./ Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
c. Berikan makanan sedikit dan sering.
R./ Meminimalkan anoreksia dan mual.
d. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
R./ Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipertensi yang lebih berat.
e. Tawarkan perawatan mulut, berikan permen karet atau penyegar mulut diantara waktu makan.
R./ Menghindari membran mukosa mulut kering dan pecah.
f. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
R./ Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
g. Kolaborasi: konsul dengan dokter untuk pemberikan obat sesuai dengan indikasi; Nabic, Anti emetik dan anti hipertensi.
R./ Nabic dapat mengatasi/memperbaiki asidosis. anti emitik akan mencegah mual/muntah dan obat anti hipertensi akan mempercepat penurunan tekanan darah.
h. Kolaborasi: konsul dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi kalori, rendah protein, rendah garam (TKRPRG).
R./ Pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan tekanan darah dan mencegah komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2; EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 6; EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA.

Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Bandung.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Editor: Setiawan. EGC. Jakarta:

Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning Guides for Children. Baltimore. Williams & Wilkins

Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. FKUI. Jakarta.

SMF UPF Anak. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya
·  TEORI
Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsu1PHuE3064iEMELdn1Elyc2aLzTRhIw3IF9O5igYpNgl_Jz9doOgbR52bt_7VC_2a7UKZRo569NXI83uyb61TVKAmQETEUhW8gm-ueqqxe-UTrgp6tjs5ydYfJOsGC9S2h44vQOcR5uz/s320/cat+kidney.jpgKLASIFIKASI :
1. Gagal Ginjal Akut Prerenal
2. Gagal Ginjal Akut Post Renal
3. Gagal Ginjal Akut Renal
Gagal Ginjal Akut Prerenal;
Gagal ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada
nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Etiologi
1.      Penurunan Volume vaskular ;
a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.
b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
2.      Kenaikan kapasitas vaskular
a. sepsis
b. Blokade ganglion
c. Reaksi anafilaksis.
3.      Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
a. renjatan kardiogenik
b. Payah jantung kongesti
c. Tamponade jantung
d. Distritmia
e. Emboli paru
f. Infark jantung.
Gagal Ginjal Akut Posrenal
GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi
Etiologi
1. Obstruksi
a. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.
b. Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).
2. Ektravasasi.
Gagal Ginjal Akut Renal
1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
a. Glomerulonefritis
b. Nefrosklerosis
c. Penyakit kolagen
d. Angitis hipersensitif
e. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.
2.Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.
Pemeriksaan Laboratorium :
  1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
  2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
  3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
  4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
  5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
  6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.
  7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
  8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
  9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.
  10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.
  11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
  12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
  13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
  14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
  15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
  16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
Darah :
  1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
  2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup.
  3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
  4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
  5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
  6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
  7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
  8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
  9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
  10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
  11. CT.Scan
  12. MRI
  13. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
·  PATHWAYS

·  ANALISA DATA
NO
TGL / JAM
DATA
PROBLEM
ETIOLOGI
1
Diisi pada saat tanggal pengkajian
Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan
masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll
Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien
·  DIAGNOSA KEPERAWATAN
  •  
·         Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.
·         Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
·         Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein
·         Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
·         Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
·         Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan.
·         Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang mengingat.
  •  
·  RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
PERENCANAAN
1
Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air
Volume cairan tubuh normal
Kriteria hasil :
Tidak terjadi oedem, tidak ada keluhan pada tubuh
  1. Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP
  2. Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.
  3. Monitor ECG
  4. Berikan cairan sesuai indikasi
  5. Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.
2
Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
Metabolisme kembali normal
  1. Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda – tanda chvostek”s dan Trousseau”s
  2. Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.
  3. Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.
  4. Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap pengobatan.
3
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein
Nutrisi seimbang
Kriteria Hasil :
BB stabil, porsi makan habis
  1. Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia
  2. Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.
  3. Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien.
  4. Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.
  5. Berikan antiemetik dan monitor responya.
  6. Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.
4
Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.
Tidak terjadi Kerusakan integritas kulit
  1. Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
  2. Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.
  3. Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema
  4. Lakukan perawat kulit secara benar.
  5. Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
  6. Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
5
Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
Tidak terjadi infeksi
  1. Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.
  2. Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.
  3. Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution.
  4. Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.
    Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.
6
Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungakan dengan uremia
Proses pikir normal
  1. Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang : Pola tidur ; Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang)
  2. Kaji tipe kepribadian
  3. Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer, rasa terbakar, kram otot dan gejala paresthesia lainnya.
  4. Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini.
  5. Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat tidur tidak boleh terlalu tiggi, jaukan barang – barang tajam, letakan bel dekat pasien.
  6. Sempatkan waktu anda untuk bersama – sama klien, tanyakan klien dengan kalimat terbuka.
  7. Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat.
7
Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan kelemahan fisik.
Personal hygiene terpenuhi
  1. Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang kebutuhan perawatan diri.
  2. Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan dipasien dengan melibatkan kelurag.
  3. Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur



KASUS 10
REPRODUKSI
SEVEN JUMP

A.    TAHAP 1
 Mengidentifikasi kata-kata sulit
1.      Reproduksi
Adalah kemampuan mahkluk hidup untuk menghasilkan keturunan yang baru.
2.      Abdomen
Adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bagian dari tubuh yang berada diantara thorak dan pelvis.
3.      Chepalgia
Adalah nyeri kepala
4.      HCG (human chorionic gonadrotopin)
Adalah hormon protein yang sudah dideteksi dalam darah sejak hari pertaama kelangsungan haid.
5.      USG (ultrasonografi)
Adalah sebuah tekhnik diagnostic pencitraan menggunakan suara ultra yang digunakan untuk mencitrakan organ interna dan otak.
6.      Morning sickness
Adalah muntah dipagi hari.
B.     TAHAP II
Identifikasi Issu atau Masalah
1.      Organ anatomi reproduksi ?
2.      Tanda-tanda kehamilan ?
3.      Proses terjadinya kehamilan atau patofisiologi?
4.      Apakah yang dimaksud dengan kehamilan?
5.      Mengapa terjadi muntah, vomit, morning sickness dan chepalgia pada ibu hamil pada tahap awal kehamilan ?
6.      Pencegahan kehamilan ?
7.      Hormon yang tekait dengan preproduksi ?
8.      Bagaimana siklus menstruasi ?
9.      Makanan apa sajakah yang dianjurkan dan dihindari oleh ibu hamil?
C.     TAHAP III
Hipotesis
1.      Organ anatomi reproduksi
a.       Bagian interna
1)      Dua ovarium
2)      Dua tubafalopi
3)      Uterus
4)      vagina
b.      Bagian eksterna
1)      Mons pubis
2)      Labia mayora
3)      Labia minora
4)      Klitoris
5)      Vestibulum
6)      Meatus uretra (lubang uretha)
7)      Intratus vagina
8)      Kelenjar stenedabatolini
2.      Tanda-tanda kehamilan
a.       Pusing
b.      Muntah dan mual di pagi hari
c.       Berhentinya enstruasi
d.      Perubahan fisik
3.      Proses terjadinya kehamilan atau patofisiologi
Sperma bertemu ovum ditibavalopi, menyebabkan terjadinya pembuahan zigot, dan akan berjalan menuju rahim yang menyababkan terjadinya pembelahan sel dan terjadilah pertumbuhan embrio dan plasenta hingga terjadinya proses kelahiran.
4.      Apakah yang dimaksud dengan kehamilan
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung dalam tubuh wanita yang sebelumnya diawali dengan proses pembelaha  dan akan diakhiri dengan proses kelahiran.
5.      Mengapa terjadi muntah, vomit, morning sickness dan chepalgia pada ibu hamil pada tahap awal kehamilan
Pada ibu hamil gejala ini sering timbul karena kekuatan atau daya tahan tubuh pada ibu hamil di waktu trimester pertama itu mengalami penunuran,sehingga itu dapat memicu terjadinya hal tersebut. Selain itu juga karena  meningkatnya hormone estrogen dan progesterone, karena pada saat wanita hamil maka hormone ini akan meningkat.
6.      Pencegahan kehamilan
Cara mencegah kehamilan adalah dengan cara
a.       Menggunakan KB alami dengan cara menghitung masa kesuburan pada masa menstruasi
b.      Menggunakan kondom jika mau melakukan hubungan intim
c.       Jenis-jenis KB
1)      Suntik
2)      Pil
3)      Susuk
4)      spiral
7.      Hormon yang tekait dengan preproduksi
Hormone-hormon yang terkait dengan system reproduksi adalah :
a.       Bromotropin
b.      Prolaktin
c.       HCG
d.      FSH
e.       LH
f.       esrtogen
8.      Bagaimana siklus menstruasi itu ?
Perdarahan dari uterus yang keluar melalui vagina selama 5 -7 hari dan terjadi setiap 22 atau 25 hari. Yang merangsang menimbulkan haid adalah hormone FSH dan LH. Prolaktin di daerah otak dan hormone estrogen serta progesterone dari sel telur yang dalam keseimbangannya menyebabkan selaput lendir rahim tumbuh dan apabila sudah ovulasi terjadi dan sel telur tidak dibuahi hormone estrogen  dan progesterone menurun terjadilah pelepasan selaput lender dengan perdarahan terjadilah menstruasi.
9.      Makanan apakah yang harus dihindari dan makan apa yang dianjurkan bagi ibu hamil?
a.       Makana yang dianjurkan
Makanan yang mengandung protein, mineral, kacang hijau makanan empat sehat lima sempurna.
b.      Makanan yang dihindari
1)      Makanan yang mengandung vitamin A dengan dosis yang tinggi
2)      Hati dan produk hati
3)      Makanan yag diasap
4)      Minuman alcohol
5)      Merokok



D.    TAHAP IV
Pathway
                       

                                    Sperma                        ovum
                                   

                                               
                                                Tubavalopi
                                                           

                                    Terjadi pembuahan zigot
                                                           

                                                    Rahim
                                                           
                                   
                                               
Pembelahan sel
           
           
                                    Pertumbuhan embrio dan plasenta
                                                           

                                                   Kelahiran

E.     TAHAP V
TUJUAN PEMBELAJARAN
1.      dapat mengetahui organ anatomi reproduksi
2.      dapat mengetahui dan memehami Tanda-tanda kehamilan
3.      dapat mengetahui Proses terjadinya kehamilan atau patofisiologinya
4.      dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan kehamilan
5.      dapat mengetahui Mengapa terjadi muntah, vomit, morning sickness dan chepalgia pada ibu hamil pada tahap awal kehamilan
6.      dapat mengetahui dan memahami Pencegahan kehamilan
7.      dapat mengetahui Hormon apa saja  yang tekait dengan preproduksi
8.      dapat mengetahi Bagaimana siklus menstruasi
9.      mengetahui makanan yang dianjurkan dan dilarang untuk dimakan bagi ibu hamil
F.      TAHAP VI
MENCARI REVERENSI
http://kehamilan.org/ < diakses pada tanggal 30 mei 2011 pukul 13.45 WIB>
http://medicastore.com/masa_subur/ < diakses pada tanggal 30 mei 2011 pukul 13.55 WIB >.
www.kesehatanreproduksi.com/forum/index.php?topic...0 - Tembolok - Mirip < diakses pada tanggal 7 juni 2011 pukul 13.21 WIB >.
www.ayahbunda.net/10-tanda-tanda-kehamilan/ < diakses pada tanggal 7 juni 2011 pukul 13.26 WIB. >
http://www.aap.org/pubed/ZZZKJSIR25D.htm?&sub_cat=1 < diakses pada tanggal 07 juni 2011 pukul 13.32 WIB.>
www.irwanashari.com/.../hormon-yang-terkait-sistem-reproduksi.html < diakses pada tanggal 07 juni 2011 pukul 13.40 WIB >.



G.    TAHAP VII
MENJAWAB PERTANYAAN DENGAN LITERATUR
1.      Organ anatomi reproduksi
Organ reproduksi wanita terdiri dari dua bagian :
a.       struktur lunak
b.       struktur keras
c.       Struktur lunak
d.      genetelia eksterna
e.       genetelia interna
GENETELIA EKSTERNA
Pudenda sama dengan Vulva dan organ reproduksi yang terlihat dari luar:Monspubis,Labia mayora, labia minora, klitoris, VestibulaPerineum, Vsagina.
Mons Pubis
Sinonim : mons veneris;
Bagian yang dilapisi lemak, terletak di atas simfisis pubis;
Bagian kulit dari mons pubis ditumbuhi oleh bulu-bulu à bulu pubis (pubic hair
1)      LABIA MAYORA
Homolog dengan skrotum pada laki-laki; Ukuran labia mayora pada wanita dewasa à panjang 7- 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm; Pada anak-anak dan nullipara à kedua labia mayora sangat berdekatan, pada wanita multipara lebih terbuka; Bagian atas dimulai dari mons pubis, bagian bawah berakhir di perineum posterior membentuk commisura posterior;
Di bagian dalam labia mayora banyak terdapat glandula sebasea à menjaga kelembaban di sebelah dalam labia mayora;
2)      LABIA MINORA
Pada wanita nullipara, labia minora tidak terlihat àterlindungi oleh labia  mayora, pada wanita multipara àlabia minora menonjol keluar melewati  labia mayora; Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna kemerahan; Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum clitoridis, sementara bagian bawahnya akan bersatu membentuk fourchette
3)      CLITORIS
Merupakan organ erogenik pada wanita; Homolog dengan penis pada pria; Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm; Glans clitoridis dipenuhi oleh ujung-ujung syaraf yang merupakan mediator sensasi erotis
4)      VESTIBULA
Berbentuk seperti buah almond, dibatasi oleh labia minora, memanjang mulai dari clitoris hingga fourchette; Pada vestibula terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar paraurethral; Kelenjar bartholini berfungsi untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual; Kelenjar bartholini juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-bakteri patogen
lainnya
5)      HYMEN (SELAPUT DARA)
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastik; Pada wanita dewasa, ketebalan hymen sangat bervariasi dan individual, diameter pembukaannya juga bervariasi mulaidari yang sebesar ujung jarum hingga yang dapat dilewati dengan mudah oleh 2 jari orang dewasa; Bentuk hymen tidak dapat digunakan untuk menilai apakah wanita bersangkutan telah memulai aktivitas seksual atau tidak; Saat melakukan koitus pertama sekali à dapat terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior;
6)      VAGINA
Merupakan suatu struktur muskulomembranosa yang memanjang mulai dari vulva dan berakhir di uterus; Panjang dinding anterior vagina : 6 – 8 cm, panjang dinding posterior vagina : 7 – 10 cm; Pada wanita nullipara, dinding dalam vagina dipenuhi oleh rugae vagina, sementara pada wanita multipara atau yang sudah menopause, rugae menipis bahkan menghilang;
7)      PERINEUM
Struktur yang membatasi antara vagina dan anus; Dibatasi oleh otot otot à muskulus levator ani dan muskulus coccygeus; Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja dari sphincter ani; Penting diperhatikan ketika melakukan episiotomi; GENITALIA INTERNA UTERUS TUBA FALOPII OVARIUMUTERUS Pada wanita tidak hamil, uterus terletak di dalam kavum pelvis, di bagian anterior dibatasi oleh kandung kemih dan di bagian posterior dibatasi oleh rektum; Uterus terdiri atas bagian fundus, korpus dan serviks; Lapisan-lapisan uterus terdiri atas endometrium,
myometrium dan lapisan serosa; Dalam keadaan tidak hamil, panjang uterus 6 – 8 cm pada wanita nullipara dan 9 -10 cm pada wanita multipara
8)      UTERUS
Berat uterus 50 – 70 gram pada wanita yang tidak hamil) dan > 80 gram pada wanita hamil; Uterus dapat menahan beban hingga 5 liter; Serviks = porsio à bagian dari uterus yang masuk ke dalam liang vagina à memiliki arti penting dalam hal kanker serviks Posisi uterus dipertahankan oleh ligamentum-ligamentum : ligamentum latum, ligamentum rotundum, ligamentum infundibulopelvikum, ligamentum ovarii-proprii, ligamentum uterosakralis;
9)      UTERUS
Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna (arteri hipogastrika interna); Kira-kira 2 cm di sebelah lateral dari serviks, arteri uterine dan vena uterina bersilangan dengan ureter à hati-hati pada prosedur pembedahan à sering ter-klem atau terpotong; Tuba falopii Panjangnya bervariasi : 8 – 14 cm; Terdiri dari 4 bagian yaitu : pars interstitialis, pars isthmica; pars ampullaris dan infundibulum tubae (fimbriae); Pars interstitialis à merupakan bagian dari tuba yang memasuki kavum uteri; Pars isthmica à bagian pertengahan dari tuba dan merupakan bagian yang paling sempit dengan diameter 2 – 3 mm; Tuba falopii Pars ampullaris à bagian tuba yang paling lebar dengan diameter 5 – 8 mm; Infundibulum tubae (fimbriae) à muara dari tuba fallopii berfungsi untuk menangkap sel telur (ovum) yang dilepas-kan oleh ovarium; Mukosa tuba fallopii dilapisi oleh sel kolumnar yang bersilia;
10)  OVARIUM
Wanita umumnya memiliki dua buah ovarium, kanan dan
kiri; Ukuran ovarium : panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5- 3 cm dan tebal 0,6 – 1,5 cm; Ovarium merupakan penghasil sel telur, dimana satu atau dua sel telur (ovum) akan matang setiap bulannya à follikel de Graff; Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam ovariumnya, bila habis à menopause
2.      Tanda-tanda kehamilan
Ada banyak tanda-tanda kehamilan. Berikut beberapa tanda yang menunjukkan kemungkinan kehamilan:
a.       Kelelahan
  Mudah lelah dan tak bersemangat merupakan salah satu tanda kehamilan. Peningkatan kadar hormon progesteron yang terjadi di awal kehamilan diduga menyebabkan rasa kantuk. Biasanya gejala kelelahan ini akan berakhir setelah usia kehamilan memasuki trimester dua.
b.      Payudara bengkak
Tanda awal kehamilan adalah payudara yang bengkak dan sensitif yang disebabkan oleh meningkatnya kadar hormon, biasanya terjadi seminggu setelah haid terlambat. Rasa tidak nyaman akibat pembengkakan ini mirip dengan gejala yang biasa kita rasakan menjelang menstruasi.
c.       Mual dan muntah
Gejala mual dan muntah yang umum dialami ibu hamil biasa disebut sebagai morning sickness. Gejala ini bisa muncul kapan saja, tidak hanya di pagi hari. Pada umumnya ibu hamil baru mengalaminya sebulan setelah terjadinya pembuahan, tetapi ada juga yangmerasakannya lebih cepat
d.      Pendarahan sedikit
Sekitar 11-12 hari setelah pembuahan, ada kalanya muncul bercak kemerahan di vagina. Pendarahan ini terjadi karena benih tertanam di lapisan rahim. Umumnya bercak berwarna merah atau agak merah jambu yang terlihat selama 1-2 hari. Pendarahan serupa juga bisa menjadi gejala adanya penyakit di saluran reproduksi
e.       Penciuman lebih sensitif
Pada trimester pertama, banyak ibu hamil yang merasa penciumannya lebih sensitif terhadap aroma tertentu. Ada yang mual mencium bau masakan tertentu atau wangi parfum. Belum diketahui alasan ilmiah gejala ini, tapi mungkin terjadi karena meningkatnya kadar estrogen secara drastis dalam sistem tubuh.
f.       Sering berkemih
Di bulan-bulan pertama kehamilan, ibu hamil akan lebih rajin bolak-balik ke toilet untuk buang air kecil. Mengapa? Ini terjadi karena meningkatnya sirkulasi darah dan cairan dalam tubuh, juga tekanan pada saluran kemih akibat membesarnya uterus.
g.      Suhu tubuh naik
Bila pada awal kehamilan Anda mengukur suhu tubuh, Anda akan menyadari suhu tubuh Anda meningkat jadi lebih hangat.
h.      Tidak haid
Bila siklus menstruasi Anda sebelumnya selalu teratur tapi bulan ini terlambat, mungkin Anda perlu segera mencari tes kehamilan untuk memastikan adanya kehamilan.
i.        Puting/payudara lebih lembut
Jika Anda hamil, Anda akan mengenali bahwa payudara dan putingnya menjadi lebih lembut sekitar tiga pekan setelah pembuahan (saat haid terlambat sekitar seminggu). Mungkin payudara terasa bengkak, serupa dengan saat menjelang haid.
j.        Penggelapan areola
Pada kehamilan awal, Anda mungkin mengenali daerah areola (daerah gelap yang mengelilingi puting payudara) mulai menjadi lebih gelap dan diameternya membesar. Diyakini bahwa bertambah gelapnya warna areola membantu bayi yang baru lahir menemukan puting untuk menyusu. Anda mungkin juga akan mengenali bahwa vena di payudara menjadi lebih kelihatan karena penegangan payudara.
k.      Sembelit
Buang air besar (BAB) menjadi sulit dan tidak lancar? Ini lazim terjadi pada awal kehamilan. Hormon tambahan yang diproduksi pada masa kehamilan menyebabkan usus halus lebih lentur dan menjadi kurang efisien.
l.        Melunaknya rahim dan leher rahim  Biasanya, terjadi sekitar usia kehamilan 2-8 minggu.
m.    Tidak ada nafsu makan 
Mungkin ada hubungannya dengan mual mual diatas.
n.      Vaginal Discharge /Keputihan atau keluarnya cairan berlebihan dari vagina karena pengaruh hormonal.
Hal ini termasuk normal. Namun sebaiknya terus dilakukan observasi jika terjadi perubahan warna , bau dan terjadi gatal2 atau rasa "burning".
o.      Insomnia
p.      Beberapa kasus, biasanya ibu hamil mengalami sulit tidur. Rahim dan perut membesar
Umumnya, dimulai pada usia kehamilan 8-12 minggu.
q.      Terdapat kelainan di gigi dan rongga mulut
Terdapat beberapa tanda khas kehamilan pada gigi dan rongga mulut,  manifestasi kehamilan di rongga mulut , perawatan gigi dan mulut saat hamil .
r.        Flu/batuk/hidung berdarah/pusing2/migraen
Jangan terburu untuk menelan obat. Lakukan treatmen secara alami terlebih dahulu. Bisa jadi pula hal tersebut terjadi karena turunnya daya tahan tubuh saat hamil.
3.      Proses terjadinya kehamilan atau patofisiologi
Proses kehamilan itu terjadi ketika sperma ( benih pria ) bertemu dengan sel telur ( benih wanita ), dan hal itu hanya bisa terjadi apabila hubungan kelamin dilakukan di sekitar masa subur.  Masa subur itu terjadi semenjak ovulasi ( keluarnya sel telur ) dari ovarium (  indung telur ) hingga akhir masa hidupnya ( kira kira 12-24 jam ). Sementara itu sel sperma yang masuk hingga tuba fallopii bisa bertahan 1 hingga  x 24 jam. Jadi hubungan seksual yang dilakukan 1- 2hari sebelum masa subur masih mungkin bisa terjadi kehamilan. Dengan demikian meskipun hanya sekali saja melakukan hubungan seks, bisa saja terjadi kehamilan kalau waktunya di sekitar masa ovulasi Kapan dimulainya kehamilan ya semenjak bertemunya sel telur dengan sel sperma itu. Kehamilan ini sudah bisa di deteksi bila terjadi keterlambatan menstruasi seminggu.
Perhitungan umur kehamilan dihitung sejak hari pertama haid yang terakhir (HPHT ). Artinya bila isteri anda telat menstruasi 1 minggu, maka usia kehamilannya ( kalau benar benar hamil ) adalah kira kira 5 minggu. Bahkan ketika sebenarnya belum waktu menstruasi ( tidak ada keterlambatan ) kalau sebelumnya terjadi  fertilisasi ( penempelan sperma pada sel telur ) maka pada saat itu sebenarnya sudah terjadi kehamilan
Terjadinya kehamilan. Ketika seorang perempuan melakukan hubungan seksual dengan seorang laki-laki maka bisa jadi perempuan tersebut akan hamil (Terjadinya kehamilan). Kehamilan terjadi ketika sel sperma yang masuk ke dalam rahim seorang perempuan membuahi sel telur yang telah matang. seorang laki-laki rata-rata mengeluarkan air mani sebanyak 3 cc, dan setiap 1 cc air mani yang normal akan mengandung sekitar 100 juta hingga 120 juta buah sel sperma. Setelah air mani ini terpancar (ejakulasi) ke dalam pangkal saluran kelamin istri, jutaan sel sperma ini akan berlarian melintasi rongga rahim,
saling berebut untuk mencapai sel telur matang yang ada pada saluran tuba di seberang rahim.Pada saat ovulasi, lapisan lendir di dalam serviks (leher rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma mudah menembus ke dalam rahim. Sperma bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang berbentuk corong dalam waktu 5 menit. Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan pembentukan zigot (sel telur yang telah dibuahi). Jika perempuan tersebut berada dalam masa subur, atau dengan kata lain terdapat sel telur yang matang, maka terjadilah pembuahan.Pada proses pembuahan, hanya bagian kepala sperma yang menembus sel telur dan bersatu dengan inti sel telur.Bagian ekor yang merupakan alat gerak sperma akan melepaskan diri. Sel telur yang telah dibuahi akan mengalami pengerasan bagian luarnya. Ini menyebabkan sel telur hanya dapat dibuahi oleh satu sperma.
Inti sel telur yang sudah dibuahi akan mengalami pembelahan menjadi dua bagian setelah 30 jam. 20 jam kemudian inti sel telur ini akan kembali membelah menjadi empat bagian. Tiga sampai empat hari setelah pembuahan, sel akan sampai di bagian uterus.Dalam jangka waktu satu minggu setelah perubahan, akan dihasilkan suatu massa sel yang berbentuk ola sebesar pentol jarum, yang disebut (blastocyt). Dalam proses selanjutnya, yaitu sekitar 5 hari berikutnya, blastosis akan menempel dan terimplantasi kedalam endometrium.
Selama dua hingga empat minggu pertam perkembangan, blastosis medapatkan nutrien dari endometrium. Pada masa perkembangan ini, akan berbentuk plasenta. Plasenta merupakan organ berbentuk cakram yang mengandung pembuluh darah maternal (ibu) dan embrio. Melewati plasenta inilah, embrio akan mendapatkan nutrisi dari maternal. Melalui lasenta ini juga terjadi pertukaran gas-gas respirasi dan pembuangan limbah metabolisme embrio. Darah dari embrio mengalir ke plasenta melalui arteri tali pusar dan kembali melalui vena pusat dan melewati hati embrio.

4.      Apakah yang dimaksud dengan kehamilan
Kehamilan adalah masa di mana seorang wanita membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya. Dalam kehamilan dapat terjadi banyak gestasi (misalnya, dalam kasus kembar, atau triplet/kembar tiga).
Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida, sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu awal) dan kemudian janin (sampai kelahiran). Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida atau gravida 1. Seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida 0.
Dalam banyak masyarakat definisi medis dan legal kehamilan manusia dibagi menjadi tiga periode triwulan, sebagai cara memudahkan tahap berbeda dari perkembangan janin. Triwulan pertama membawa risiko tertinggi keguguran (kematian alami embrio atau janin), sedangkan pada masa triwulan ke-2 perkembangan janin dapat dimonitor dan didiagnosa. Triwulan ke-3 menandakan awal 'viabilitas', yang berarti janin dapat tetap hidup bila terjadi kelahiran awal alami atau kelahiran dipaksakan. Karena kemungkinan viabilitas janin yang telah berkembang, definisi budaya dan legal dari hidup seringkali menganggap janin dalam triwulan ke-3 adalah sebuah pribadi. Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida, sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu awal) dan kemudian janin (sampai kelahiran). Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida atau gravida 1: seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida 0.
Dalam banyak masyarakat definisi medis dan legal kehamilan manusia dibagi menjadi tiga periode triwulan, sebagai cara memudahkan tahap berbeda dari perkembangan janin. Triwulan pertama membawa risiko tertinggi keguguran (kematian alami embrio atau janin), sedangkan pada masa triwulan ke-2 perkembangan janin dapat dimonitor dan didiagnosa. Triwulan ke-3 menandakan awal 'viabilitas', yang berarti janin dapat tetap hidup bila terjadi kelahiran awal alami atau kelahiran dipaksakan. Karena kemungkinan viabilitas janin yang telah berkembang, definisi budaya dan legal dari hidup seringkali menganggap janin dalam triwulan ke-3 adalah sebuah pribadi hidup yang baru.
a.       Masa Kehamilan

1)      Minggu Ke-1

Idealnya calon ibu berada dalam kondisi sehat optimal. Kebiasaan seperti merokok, minum beralkohol dan obat-obatan yang tidak perlu sudah seharusnya dihentikan pada masa ini. Suhu tubuh basal akan sedikit meningkat pada masa ovulasi dan berkisar antara 36,6 C dan berangsur - angsur akan meningkat. Konsultasi genetik bisa dilakukan dengan dokter kandungan untuk mengetahui apakah adanya riwayat penyakit menurun dalam keluarga seperti hemofili, fibrosis kistik atau berbeda tipe golongan darah Rhesus.

2)      Minggu Ke-2

Masa fertilisasi atau pembuahan dimana berjuta-juta sperma pasangan akan masuk ke vagina dan mencapai tuba falopi. Beberapa ratus sperma akan menuju sel telur sambil mengeluarkan enzim yang membuat salah satu sperma berhasil menembus lapisan pelindung sel telur yang matang. Pada saat ini terjadi perubahan kimiawi yang mencegah sperma lain memasuki sel telur. Tubuh sperma yang berhasil masuk sel telur akan terurai dan inti sel yang membawa kode genetik akan menyatu dengan kode genetik sel telur yang telah dibuahi.

Jenis kelamin bayi pada masa ini ditentukan oleh 46 kromosom yang menyusun karakteristik genetik-nya. Sel sperma dan sel telur membawa kode genetiknya masing-masing. Sel telur hanya memiliki kromosom X, namun sel sperma membawa kromosom X atau Y. Bila sperma yang membuahi sel telur membawa kromosom X maka akan membentuk seorang bayi perempuan. Lain halnya bila yang membuahi sel telur adalah sel sperma yang membawa kromosom Y, maka bayi laki-laki-lah yang akan terbentuk. Pada hal ini, calon ayah-lah yang sebenarnya menentukan jenis kelamin bayi. Sel telur yang telah dibuahi akan mebelah dua menjadi 2 sel, kemudian 4 sel dan kemudian terus membelah sambil bergerak meninggalkan tuba falopi menuju rahim. Saat ini, dengan perkiraan kasar terdapat 30 sel hasil pembelahan. Kumpulan sel tersebut dinamakan morula, dari bahasa Latin yang berarti anggur.

3)      Minggu Ke-3

Kira-kira 7 hari setelah fertilisasi, morula akan tertanam di lapisan dalam rahim (endometrium). Secara formal hal ini dapat dikatakan sebagai suatu kehamilan. Kelompok sel tersebut akan semakin matang dan menjadi blastokista, substansi yang akan men-stimulasi terjadinya perubahan dalam tubuh calon ibu termasuk terhentinya siklus menstruasi.

Selama minggu-minggu awal kehamilan, bayi akan berkembang pesat. Setiap hari pasti akan terjadi perubahan besar. Hanya dalam waktu 7 hari, sebuah sel akan menjadi suatu kelompok berisi ratusan sel. Walau secara kasat mata bahkan dengan bantuan mikroskop tetap sulit dilihat, sel-sel ini telah mengatur dirinya sendiri dengan benar. Sebagian membentuk embrio, sedangkan yang lain menjadi struktur penyokong yang memberi nutrisi kepada embrio. Bagaimana hal ini terjadi masih menjadi misteri bagi para ahli.

4)      Minggu Ke-4

Meskipun kehamilan bisa diketahui sendiri, namun tes darah yang mampu membuktikan kehamilan secara akurat, terutama pada minggu-minggu ini. Hal ini disebabkan adanya blastokista yang akan mengeluarkan sejumlah hormon kehamilan (Human Chorionic Gonadotrophin / hCG). Hormon ini dapat terdeteksi dalam darah. Urin juga dapat digunakan untuk men-tes hormon ini, namun hasilnya tidak seakurat tes darah.

Pada minggu ini blastokista yang tadinya berbentuk seperti bola mulai berubah menjadi sebuah embrio. Embrio ini dibedakan menjadi 3 jenis lapisan yang nantinya membentuk 3 jenis jaringan, yaitu:

a)      Endoderm: lapisan terdalam yang akan membentuk paru-paru, hati, sistem pencernaan dan pankreas

b)      Mesoderm: lapisan tengah yang akan membentuk tulang, otot, ginjal, pembuluh darah dan jantung

c)      Ektoderm: lapisan terluar yang akan membentuk kulit, rambut, lensa mata, email gigi dan sistem saraf

Keseluruhan sel dalam setiap jaringan akan bergerak mengelilingi untuk menuju tempat masing-masing dan bentuk bakal kepala embrio akan meruncing seperti tetesan air mata.

5)      Minggu Ke-5

Tanda utama kehamilan adalah tidak menstruasi sekitar 2-3 minggu setelah konsepsi. Namun ketiadaan menstruasi (amenore) ini bisa juga disebabkan oleh hal-hal lain. Untuk memastikan perlu dilakukan tes urin sehingga dokter dapat menaksir perkiraan hari persalinan dihitung semenjak hari pertama siklus menstruasi terakhir. Selain tidak menstruasi (amenore) terdapat tanda-tanda awal lainnya yang juga perlu diperhatikan, misalnya mual muntah atau biasa disebut morning sickness, perubahan selera makan, perubahan pada payudara, dan kelelahan.

Kehamilan biasanya terbagi dalam periode, yang       dikenal sebagai triwulan, yaitu:

a)      Triwulan I : berlangsung hingga minggu kehamilan ke-13. Pada masa ini terjadi perkembangan janin yang cepat. Pada masa ini risiko keguguran juga termasuk tinggi.

b)      Triwulan II : berlangsung dari minggu ke-14 hingga minggu kehamilan ke-27

c)      Triwulan II : berlangsung dari minggu ke-28 hingga masa kelahiran

Pada saat ini janin dalam rahim sang ibu telah memiliki bentuk yang lebih jelas. Janin telah memiliki bagian atas bawah, kanan kiri, serta depan belakang. Di daerah punggung terdapat suatu celah melengkung yang akan membentuk struktur seperti tabung silinder yang disebut neural tube (tabung saraf). Dalam perkembangannya, pada tabung ini akan terbentuk sumsum tulang belakang dan otak. Bagian atas dari tabung tersebut akan meluas dan mendatar untuk mebentuk otak depan. Selain itu di bagian pusat janin akan terbentuk suatu tonjolan yang merupakan bakal jantung. Tonjolan tersebut akan dialiri oleh pembulu darah rudimenter (pembuluh darah yang belum sempurna).

6)      Minggu Ke-6
Pada saat ini banyak wanita yang menghubungkan kehamilan dengan timbulnya keluhan, khususnya nausea (pusing dan mual). Biasanya para ibu saat ini merasa lebih mudah tersinggung dan lelah daripada sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya peningkatan hormon progesteron. Biasanya isitrahat yang cukup akan membantu proses relaksasi dalam neghadapi hal-hal tersebut.
Tabung saraf di sepanjang tulang belakang telah menutup. Di salah satu ujungnya telah terbentuk bakal otak yang akan mengisi tulang tengkorak. Sementara itu terdapat 2 buah piringan pigmen kecil yang membentuk struktur seperti mangkuk di kedua sisi kepalanya. Bagian ini disebut vesikel optikus yang merupakan bakal mata.
Walaupun jantung bayi pada awalnya hanya berupa tabung kecil, namun pada tahap ini bakal jantung telah berdenyut dan tidak akan pernah berhenti hingga akhir hidup. Bakal kaki dan tangan juga mulai terlihat, demikian pula tulang ekor akan makin terlihat jelas di tahap ini.
7)      Minggu Ke-7
Lima minggu setelah konsepsi, dinding rahim melunak sehingga mempermudah penanaman blastosit. Pada saat ini serviks (mulu tahim mulai melunak. Perubahan yang terjadi di organ dalam lain adalah penebalan lendir serviksyang akan menggumpal membentuk sumbat (plug) dalam saluran mulut rahim. Nantinya lendir ini akan dikeluarkan sesaat sebelum proses persalinan, yaitu saat serviks mulai membuka (hal ini disebut show).
Di minggu ini terjadi perubahan pada tubuh, wajah, dan kaki bayi. Saluran pencernaan janin mulai terbentuk dan usus depan telah terlihat. Bentuk tulang ekor juga jelas terlihat namun akan menghilang di minggu ke-10 atau 11. Paru-paru juga mulai berkembang sementara itu tali pusat akan berkembang setelah plasenta dewasa. Selain itu telah terbentuk pula bakal wajah, sedikit pigmentasi pada iris mata dan lubang pada mulutnya. Seminggu setelah pembentukan bakal kaki, maka bakal lengan justru telah dapat dibedakan menjadi segmen tangan dan bahu.
8)      Minggu Ke-8
Walauoun rahim mulai membesar, perubahan ini biasanya belum terlihat dari luar. Yang lebih dahulu mendeteksi perubahan ini secara umum adalah dokter. Dokter akan meraba pembesaran saat melakukan pemerikasaan panggul. Biasanya ukuran baju sang ibu mulai membesar karena pinggang terasa mulai adanya pengetatan akibat membesarnya janin yang tumbuh.
Pada ujung-ujung tubuh yang sedang berkembang, mulai terbentuk bakal jari tangan dan kaki, sedangkan bakal lengan akan sedikit fleksi (membengkok) pada bagian pergelangan dan siku. Pada bagian sisi lehernya nampak bakal telinga luar yang mulai tumbuh, begitu pula halnya bakal bibir atas dan ujung hidung pada wajahnya. Bakal mata janin masih saling berjauhan satu sama lain, namun bakal kelopak mata mulai terbentuk mengitarinya. Dalam tubuh janin, usus halus tampak panjang sekali sehingga rongga perut tidak mampu menampung. Beberapa akan menonjol ke tali pusat janin yang disebut hernia (penonjolan) fisiologik.
9)      Minggu Ke-9
Pada saat in hormon kehamilan hCG sedang berada di posisi puncak sehingga sang ibu akan mengalami beberapa perubahan. Kulit wajah sang ibu akan terasa lebih halus dan kencang walau mungkin akan sedikit berjerawat pula. Rambut sang ibu akan terasa lebih kering dan payudara terlihat sedikit mengencang, kadang-kadang padat, atau sedikit nyeri bila ditekan. Pada saat ini pula cairan keluar dari vagina dalam jumlah bervariasi.
Punggung bayi saat ini akan sedikit menegak dan tulang ekornya akan sedikit memendek. Proporsi kepala masih lebih besar dari anggota tubuh lainnya dan bagian kepala masih menekuk ke arah dada. Kedua mata bayi telah berkembang dengan baik namun masih ditutupi oleh membran kelopak. Selain itu bayi sudah dapat melakukan gerakan-gerakan kecil setelah otot-ototnya mulai berkembang dan perubahan ini dapat dilihat melalui USG. Anggota badan lainnya juga muali berkembang, seperti perkembangan lengan dan jari tangan lebih cepat daripada tungkai dan jari kaki. Pada tahap ini, telapak tangan janin telah memiliki batas jari tangan yang jelas. Kelima jari tangan tampak terpisah satu sama lain

5.      Mengapa terjadi muntah, vomit, morning sickness dan chepalgia pada ibu hamil pada tahap awal kehamilan
6.      Pencegahan kehamilan
Banyak alat kontrasepsi yang tersedia untuk mencegah kehamilan seperti IUD, spiral, susuk, pil, kondom, dan lain-lain. Namun, kadang efek samping pemakaian kontrasepsi ini yang tidak disukai wanita. Mulai dari wajah berjerawat, sakit kepala, badan bertambah gemuk, rasa nyeri sampai perdarahan. Meskipun sekarang sudah ada metode kontrasepsi yang minim efek samping.
Untuk yang ingin menghindari efek samping kontrasepsi, bisa mencoba cara alami dengan memanfaatkan masa subur. Pendekatan dengan kombinasi berbagai indikator, umumnya kombinasi suhu dan lendir merupakan metode yang sangat efektif, bahkan bila dilakukan dengan benar dapat mencegah kehamilan hingga 98%.
Jika ingin menunda kehamilan, maka hindari berhubungan intim pada masa subur sang istri atau menggunakan pelindung seperti kondom. Cara lain yang cukup digemari pasutri adalah sanggama terputus. Tentu hal ini tergantung dari kebiasaan dan disesuaikan dengan kenyamanan pasutri.
Dengan ketekunan dalam mengenali perubahan fisiologis siklus menstruasi, secara alamiah dapat mencegah kehamilan maupun merencanakan kehamilan, dengan efektifitas yang tinggi. Bahkan dengan mengetahui adanya kelainan dalam siklus (misanya siklus anovulatoar), dapat diketahui adanya masalah infertilitas yang perlu penanganan lebih lanjut. "Kesuburan dapat dipengaruhi faktor gizi dan anatomi," ungkap dr. Boy Abidin, SpOG yang pernah mengikuti kursus Gynecological Oncology Coorporation Indonesia-Belanda pada tahun 2000.
Jalani pola hidup sehat yang berarti asupan gizi seimbang dengan makan 4 sehat 5 sempurna. Disamping memenuhi kebutuhan gizi, rutin berolahraga dapat melancarkan sirkulasi darah sehingga kerja hormon seks wanita yang terlibat dalam proses reproduksi juga berjalan baik. dr. Boy Abidin, SpOG juga menyarankan agar wanita jangan terlalu gemuk dan sebisa mungkin menghindari stres.

7.      Hormon yang tekait dengan preproduksi
a.       Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
b.      Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG
c.       Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (lteinizing Hormone ) Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH

8.      Bagaimana siklus menstruasi
menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan pendarahan dan terjadi setiap bulannya kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang terjadi terus menerus setiap bulannya disebut sebagai siklus menstruasi. menstruasi biasanya terjadi pada usia 11 tahun dan berlangsung hingga anda menopause (biasanya terjadi sekitar usia 45 – 55 tahun). Normalnya, menstruasi berlangsung selama 3 – 7 hari
Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90% wanita memiliki siklus 25 – 35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki panjang siklus 28 hari, namun beberapa wanita memiliki siklus yang tidak teratur dan hal ini bisa menjadi indikasi adanya masalah kesuburan.
panjang siklus menstruasi dihitung dari hari pertama periode menstruasi – hari dimana pendarahan dimulai disebut sebagai hari pertama yang kemudian dihitung sampai dengan hari terakhir – yaitu 1 hari sebelum perdarahan menstruasi bulan berikutnya dimulai.
Seorang wanita memiliki 2 ovarium dimana masing-masing menyimpan sekitar 200,000 hingga 400,000 telur yang belum matang/folikel (follicles). Normalnya, hanya satu atau beberapa sel telur yang tumbuh setiap periode menstruasi dan sekitar hari ke 14 sebelum menstruasi berikutnya, ketika sel telur tersebut telah matang maka sel telur tersebut akan dilepaskan dari ovarium dan kemudian berjalan menuju tuba falopi untuk kemudian dibuahi. Proses pelepasan ini disebut dengan “OVULASI”.
Pada permulaan siklus, sebuah kelenjar didalam otak melepaskan hormon yang disebut Follicle Stimulating Hormone (FSH) kedalam aliran darah sehingga membuat sel-sel telur tersebut tumbuh didalam ovarium. Salah satu atau beberapa sel telur kemudian tumbuh lebih cepat daripada sel telur lainnya dan menjadi dominant hingga kemudian mulai memproduksi hormon yang disebut estrogen yang dilepaskan kedalam aliran darah. Hormone estrogen bekerjasama dengan hormone FSH membantu sel telur yang dominan tersebut tumbuh dan kemudian memberi signal kepada rahim agar mempersiapkan diri untuk menerima sel telur tersebut. Hormone estrogen tersebut juga menghasilkan lendir yang lebih banyak di vagina untuk membantu kelangsungan hidup sperma setelah berhubungan intim.
Ketika sel telur telah matang, sebuah hormon dilepaskan dari dalam otak yang disebut dengan Luteinizing Hormone (LH). Hormone ini dilepas dalam jumlah banyak dan memicu terjadinya pelepasan sel telur yang telah matang dari dalam ovarium menuju tuba falopi. Jika pada saat ini, sperma yang sehat masuk kedalam tuba falopi tersebut, maka sel telur tersebut memiliki kesempatan yang besar untuk dibuahi.
Sel telur yang telah dibuahi memerlukan beberapa hari untuk berjalan menuju tuba falopi, mencapai rahim dan pada akhirnya “menanamkan diri” didalam rahim. Kemudian, sel telur tersebut akan membelah diri dan memproduksi hormon Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) yang dapat dideteksi dengan GEATEL ®. Hormone tersebut membantu pertumbuhan embrio didalam rahim.
Jika sel telur yang telah dilepaskan tersebut tidak dibuahi, maka endometrium akan meluruh dan terjadinya proses menstruasi berikutnya.
9.      Makanan apa sajakah yang dianjurkan dan dihindari oleh ibu hamil
Ada beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari selama kehamilan karena mereka dapat menyebabkan infeksi-infeksi seperti; salmonella, toksoplasmosis, listeria, E.coli, yang dapat membahayakan bayi dalam kandungan anda.
a.       Jangan makan daging mentah (sushi) atau yang dimasak kurang matang, karena mengandung Toksoplasmosis sebuah parasit yang dapat menyebabkan infeksi serius pada janin anda dan juga E.coli, yang berbahaya bagi ibu hamil dan janin.
b.       Toksoplasmosis terdapat pada sayuran yang tidak dicuci dengan baik, oleh karena itu bersihkan sayuran anda dengan baik, apalagi untuk salad atau lalapan yang dimakan mentah. Hindari juga kotoran kucing atau bermain-main dengan kucing selama kehamilan karena mengandung toksoplasmosis.
c.       Jangan makan daging ayam dan telur yang dimasak kurang matang atau mentah, hindari makan hati ayam/daging yang mungkin sumber dari salmonella, yang dapat menyebabkan diare yang berat pada ibu hamil. Juga diperhatikan piring, alat-alat masakan yang terkena daging ayam mentah ini untuk dicuci.
d.       Ikan tuna steak, ikan sea bass, shark, atau ikan-ikan berukuran besar yang diketahui mengandung tingkat mercuri yang tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan saraf jika dimakan dalam jumlah besar. FDA rekomendasi ikan tuna dan ikan ukuran besar ini sebatas 12 ons perminggu.
e.       Keju lunak seperti brie dan camembert, blueveined cheese juga keju dari susu kambing dan domba, serta jangan minum susu yang tidak di pasteurisasi. Semua produk ini mempunyai resiko membawa listeria. Listeria tipe bakteri yang mampu menembus plasenta dan menyebabkan infeksi janin, pada dewasa tidak ada gejala atau seperti flu. Listeria dapat menyebabkan keguguran, kelahiran premature, dan keracunan dalam darah. Sebaiknya hindari makanan jenis ini sampai melahirkan bayi anda.
f.       Jangan minum yang mengandung alcohol dapat menyebabkan kelainan perkembangan pada janin ada juga problem emosional pada bayi.
g.       Minuman yang mengandung cafein seperti kopi, teh sebaiknya dihindari atau dibatasi karena kopi dapat mempengaruhi berat badan rendah pada bayi, keguguran dan juga cafein mengurangi penyerapan zat besi. (far/ib.com)